BAB II

PEMBAHASAN

 

A.  Keutamaan Dan Kewajiban Menuntut Ilmu Dalam Al-Qur’an

1.        Pengertian ilmu

Ilmu berasal dari kata علم- يعلم- علما  yang artinya mengetahui, lawan dari kata   جهل   yang artinya bodoh. Imam Raghib al- Ashfahani dalm kitabnya, Mufradat Al –Qur’an, berkata, “ ilmu adalah mengetahui sesuatu sesuai dengan hakikatnya. Ia terbagi dua: pertama, mengetahi inti sesuatu itu (oleh ahli logika dinamakan ahli tashawwuf). Kedua, menghukum adanya  sesuatu  pada sesuatu yang ada (oleh ahli ligika dinamakan tashdiq, maksudnya mengetahui hubungan sesuatu dengan sesuatu).”

 

2.                     Keutamaan

Menuntut ilmu adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk merubah tingkah laku dan perilaku kearah yang lebih baik,karena pada dasarnya ilmu menunjukkan jalan menuju kebenaran dan meninggalkan kebodohan. Dengan demikian perintah menuntut ilmu tidak di bedakan antara laki-laki dan perempuan. Hal yang paling di harapkan dari menuntut ilmu ialah terjadinya perubahan pada diri individu ke arah yang lebih baik yaitu perubahan tingkah laku, sikap dan perubahan aspek lain yang ada pada setiap individu.[1]

 

3.                     Kewajiban

Wajib bagi muslim mempelajari ilmu yang menjadi prasyarat untuk menunaikan sesuatu yang menjadi kewajibannya. Dengan demikian wajib


baginya mempelajari ilmu mengenai jual beli bila berdagang. Wajib pula mempelajari ilmu yang berhubungan dengan orang lain dan berbagai pekerjaan. Maka setiap orang yang terjun pada suatu profesi harus mempelajari ilmu yang menghindarkannya dari perbuatan haram di dalamnya. Kemudian setiap muslim wajib mempelajari ilmu yang berkaitan dengan hati, seperti tawakkal (pasrah kepada Allah), inabah (kembali kepala Allah), khauf (takut kepada murka Allah). dan rida.[2]

 

B.  Penafsiran Ayat- ayat  Al-Qur’an Tentang Kewajiban dan Keutamaan Ilmu

1.    Surah Taubah Ayat 122

a.    Ayat

* $tBur šc%x. tbqãZÏB÷sßJø9$# (#rãÏÿYuŠÏ9 Zp©ù!$Ÿ2 4 Ÿwöqn=sù txÿtR `ÏB Èe@ä. 7ps%öÏù öNåk÷]ÏiB ×pxÿͬ!$sÛ (#qßg¤)xÿtGuŠÏj9 Îû Ç`ƒÏe$!$# (#râÉYãŠÏ9ur óOßgtBöqs% #sŒÎ) (#þqãèy_u öNÍköŽs9Î) óOßg¯=yès9 šcrâxøts ÇÊËËÈ   

b.    Artinya

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.

 

c.    Penafsiran


Dalam ayat ini, Allah SWT telah menerangkan bahwa tidak perlu semua orang mukmin berangkat ke medan perang, bila peperangan itu dapat dilakukan oleh sebagian kaum muslimin saja. Tetapi harus ada pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian berangkat ke medan perang, dan sebagian lagi bertekun menuntut ilmudan mendalami ilmu-ilmu islam. Supaya ajaran-ajaran agama itu, dapat diajarkan secara merata, dan dakwah dapat  dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan bermanfaat serta kecerdasan umat islam dapat ditingkatkan.[3]

Orang-orang yang berjuang dibidang pengetahuan, oleh agama islam disamakan nilainya dengan orang-orang yang berjuan dimedn perang. Dalam hal ini Rosulullah saw telah bersabda:

يُوزَنُ يَومَ القِيَامَةِ مِدًادُ العُلَمَاءِ بِدَامِ الشُّهَدَاءِ

              Artinya: di hari kiamat kelak, tinta yang digunakan untuk menulis oleh para ulama akan ditimbang dengan darah para syuhada’

                          Tugas ulama umat islam adalah untuk mempelajari agamanya, serta mengamalkannya dengan baik, kemudian menyampaikan pengetahuan agama itu kepada yang belum mengetahuinya. Tugas-tugas tersebut adalah merupakan ugas umat dan tugas setiap pribadi muslim, sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan masing-msing, karena Rosulullah saw telah bersabda:

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَو ايَةً

              Artinya: sampaikanah olehmu (apa-apa yang telah kamu peroleh) daripadaku, walaupun hanya satu ayat Al-Qur’an saja.

                        Akan tetapi, tentu saja tidak setiap orang islam mendapat kesempatan untuk bertekun menuntut dan mendalami ilmu pengetahuan serta mendalami ilmu agama, karena sebagiannya sibuk dengan tugas di medan perang, di


ladang, di prabrik, di toko dan sebagainya. Oleh sebab itu, harus ada sebagian dari umat islam yang menggunakan waktu dan tenaganya untuk menuntut ilmu dan mendalami ilu-ilmu agama agar kemudian setelah mereka selesai dan kembali kemasyarakat, mereka dapat menyebarkan ilmu tersebu, serta menjalankan dakwah islamiyah dengan cara atau metode yang baik sehingga mencapai hasil yang lebih baik pula.

                        Apabila umat islam telah memahami ajaran-ajran agamanya, dan telah mengerti hukum halal dan haram, serta perinta dan larangan agama, tentulah mereka akan lebih dapatmenjaga diri ari kesesatan dan kemaksiatan, dapat melaksanakan perintah agama dengan baik dan dapat menjauhi larangan Nya. Dengan demikian, umat islam menjadi umat yang baik, sejahtera dunia dan akhirat.

                        Oleh karena itu, ayat ini telah menetapkan bahwa fungsi ilmu tersebut adalah untuk mencerdaskan umat, maka tidaklah dapat dibenarkan bila ada orang-orang islam yang menuntut ilmu pengetahuannya hanya untuk mengejar pangkat dan kedudukan atau keuntungan pribadi saja, apalagi untuk menggunakan ilmu pengetahuan sebagai kebanggaan dan kesombongan diri terhadap golongan yang belum menerima pengetahuan.[4]

                        Orang-orang yang telah memiliki ilmu pengetahuan haruslah menjadi mercusuar bagi umatnya. Ia harus menyebar luaskan ilmunya, dan membimbing orang lain agar memiliki ilmu pengetahuan pula. Selain itu, ia sendiri juga harus mengamalkan ilmunya agar menjadi contoh dan tauladan bagi orang-orang sekitarnya dalam ketaatan menjalakan peraturan dan ajaran-ajaran agama.

                        Dengan demikian, dapat diambil suatu pengertian, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang mukmin mempunyai tiga macam


kewajiban, yaitu : menuntut ilmu, mengamalkannya, dan mengajrkannya kepada orang lain.

                        Menurut pengertian yang tersurat dari ayat ini, kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan di sisi Allah adalah dalam bidang ilmu agama.[5] Akan tetapi agama adalah suatu sistim hidup yang mencakup seluruh aspek dan segi kehidupan manusia. Setiap ilmu pengetahuan yang berguna dan dapat mencerdaskan kehidupan mereka, dan tidak bertentngan dengan norma-norma agama, wajib dipelajari. Umat islam diperintahkan Allah untuk memakmurkan bumi ini dan menciptakna kehidupan yang baik. Sedang ilmu pengetahuan adalah sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap sarana yang diperlukan untuk melaksanakan kewajiban, adalah wajib pula hukumnya. Dalam hal ini, para ulama islam telah menetapkan suatu kaidah  yang berbunyi :

كُلُّ مَالاَيَتِمُّ الوَاجِبُ اِلاَّبِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ

          Artinya: setiap sarana yang diperlukan untuk melaksanakan yang wajib,maka ia wajib pula hukumnya.[6]

 

2.    Tafsir Thaahaa Ayat 114

a.    Ayat:

n?»yètGsù ª!$# à7Î=yJø9$# ,ysø9$# 3 Ÿwur ö@yf÷ès? Èb#uäöà)ø9$$Î/ `ÏB È@ö6s% br& #Ó|Óø)ムšøs9Î) ¼çmãômur ( @è%ur Éb>§ ÎT÷ŠÎ $VJù=Ïã ÇÊÊÍÈ  

b.    Artinya:


maka maha tinggi, maha raja yang haq dan janganlah engkau tergesah-gesa membaca al-qur’an sebelum disempurnakan untukmu pewahyuannya dan katakanlah: “ tuhanku, tambahkanlah kepaku ilmu.”

 

c.    Penafsiran ayat:

‘Maka maha tinggilah allah, raja yang benar. setelah merenungkan nikmat dan rahmat illahi yang tiada tepermanai banyaknya, insaflah kita akan kelemahan kita sebagai insan dan sebagai makhluk, maka sampailah kita kepada pengakuan memang maha tinggilah allah itu. Tak ada rasanya kata yang cukup dan lengkap untuk mengucapkan puji-pujian atasnya. Syukurlah banyak diajarkanya kata-kata, dari ucapan wahyunya sendiri dengan perantaraan rasulnya, bagaimana caranya memuji dia dalam ketinggiannya itu. Kalau yang tidak kena mengena dengan hakikat sebenarnya, karena sangat tingginya. Dan dia adalah: ‘raja yang benar.’ Raja yang sebenar benarnya raja. Raja yang selalu berdaulat, siang dan malam, petang dan pagi. Raja disegala waktu dan ruang. Adil hukumnya teguh disiplinya, kuat puasanya, agung wibawahnya. Dan berdiri dia sendirinya. Hanya dia yang sebenar benar raja. Raja yang lain hayalah raja pinjaman sementara, berdaerah yang terbatas, bermasa yang bertentu. Bertambah tinggi pangkat dan tingkat kerajaannya, bertambah dia memerlukan bantuan dan penjaga seta pengawal. Kalu tidak, tidaklah pula dia akan dapat berbuat apa-apa. Dan mereka akan jadi raja selama rakyat mesih mengakuinnya. Kalau rakyat tidak mengakuinnya lagi, makzhul lah dia dari tahtanya. Jadi raja selama dia masih hidup, setelah mati tinggallah tulang belaka, sama dengan orang lain. Maka lewatlah raja iskandar didekat kuburan ayahnya raja pilipus. Bertemu dia disana Diogenes, filosof yunani yang banyak orang menyangkanya kurang beres ingatannya. Lalu bertanyalah raja iskandar, ‘mengapa orang tua duduk didekat kubun-kuburan ini?’ Diogenes menjawab : ” telah aku periksai tulang-tulang yang berkubur disini, maka


tidaklah dapat saya membedakan, mana yang tulang ayahanda tuanku dan mana pula tulang-tulang budak-budak dan hamba sahaya pengirinya karena warnanya sama saja.’

n?»yètGsù ª!$# à7Î=yJø9$# ,ysø9$#

Dalam firmannya  fata’ala Allahu al-maliku al-haq/ maka maha tinggi allah, maha raja yang haq, antara uraian tentang al-qur’an yang diturunkan dengan bahasa arab (ayat 113) dengan larangan tergesah-gesa membacanya (penggalan 114), mengisyaratkan bahwa kandungannya adalah sesuatu yang sangat luhur dan tinggi serta haq lagi sempurna, serta harus diagungkan dengan mengikuti tuntunanya karena al-qur’an bersumber dari yang maha tinggi, dan dari maha raja yang tunduk kepadaNya semua makhluk.

`ÏB È@ö6s% br& #Ó|Óø)ムšøs9Î) ¼çmãômur (  

Dan firmannya min qabli an yuqdha ilaika wahyuhu/ sebelum disempurnakan untukmu pewahyuannya, dapat dipahami dalam arti sebelum malaikat selesai membacanya kepadamu diriwayatkan bahwa nabi saw. pernah tergesah-gesah membaca ayat al-qur’an sebelum jibril menyelesaikan bacaannya. Sahabat nabi saw., ibn ‘Abbas menguraikan bahwa nabi saw. sering kali mendahului jibril sehingga beliau membaca al-qur’an sebelum selesai jibril membacanya, guna mengukuhkan hafalan beliau karena beliau khawatir lupa (HR. bukhari).[7]

Maha tinggilah allah, raja yang besar itu; benar yang janjinya benar, ancamannya benar, rasul-rasul yang diutusnya benar yang disediakan untuk yang taat benar, neraka yang disediakan buat yang durhakapun benar, dan segala yang diaturnya dan disabdakannya adalah benar. Dan lantaran dia


benar, dia adil. Dia belum mengazhab sebelum member peringatan dengan memberikan rasul-rasul.

Raja yang benar itulah allah, dan dari dia turunlah al-qur’an. Oleh karena hati nabi Muhammad saw. bertambah sehari, bertambah juga merasa tidak dapat terpisahkan lagi dari al-qur’an itu, sampailah dia selalu ingin segera datang wahyu. Sedih hatinya jibril terlambat datang, dan gembira dia jika ayat turun, dan jika bila jibril telah membacakan satu ayat, segera disambutnya dan diulangya walaupun kadang-kadang belum selesai turun. Maka datanglah teguran allah: ‘dan janganlah engkau tergesah-gesah dengan al-qur’an itu sebelum selesai kepada engkau wahyunya.[8]

Di dalam surat al-qiamah, (surat 75) ayat 16-17, 18-19 ada juga peringatan tuhan kepada beliau semacam ini:

Ÿw õ8ÌhptéB ¾ÏmÎ/ y7tR$|¡Ï9 Ÿ@yf÷ètGÏ9 ÿ¾ÏmÎ/ ÇÊÏÈ   ¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ   #sŒÎ*sù çm»tRù&ts% ôìÎ7¨?$$sù ¼çmtR#uäöè% ÇÊÑÈ   §NèO ¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmtR$uŠt/ ÇÊÒÈ  

Artinya:

 janganlah engaku gerakkan dengan dia lidah engkau, karena hendak terburu-buru dengan dia, sesungguhnya atas kamilah mengumpulkannya dan membacakannya. Maka apabila telah kami baca dianya maka ikutilah bacaannya. Kemudian itu, sesungguhnya atas kami (pulalah) menjelaskannya. (Al-qiamah 16-19)

Menurut keteranga dari ibnu abas, nabi saw, sangatlah harapnya akan kedatangan wahyu, dan bila jibril datang membawa wahyu dan mulai mengajarkan kepada beliau, beliau segera saja membaca apa yang telah diterima, walaupun belum selesai. Yang demikian itu adalah karena sangat


asyik dan rindu beliau kepada wahyu illahi itu. Maka datanglah teguran tuhan, bahwa tidak perlu dia tergesah-gesah. Lebih baik tunggu wahyu itu selesai turun, karena ‘kamilah’ kata tuhan, yang memerintahkan jibril menyampaikannya dan mengumpulkannya dalam dirimu, hai Muhammad sampai engkau hafal diluar kepala dan menghafalkannya setelah dibacakan dengan jelah oleh jibril. Biala mana jibril selesai membacakanya, sampai kepada cara mengucapkan dan mengeluarkan (mahroj) tiap-tiap hurufnya, ikutilah dengan baik bacaan itu. Kemudian dari hal keterangan tentang maksud dan isi, jibril juga disuruh tuhan menafsirkannya. ‘dan katakannlah: ‘ya tuhanku, tambahkan bagiku ilmu” (ujung ayat 114)

Doa nabi ini penting sekali artinya. Yaitu bahwasanya disamping wahyu yang dibawa oleh jibril itu, nabi saw pun disuru selalu berdoa kepada tuhan agar untuknya selalu diberi tambahan ilmu. Yaitu ilmu-ilmu yang timbul dari pengalaman dari pergaulan manusia, dari karena memegang pemerintahan, dari karena memimpin peperangan. Sehingga disamping wahyu datang juga petunjuk yang lain, seumpama mimpi atau ilham.

Berkata uyainah: “selalu bertambah ilmu beliau saw sampai datang ajal beliau”

Tersebut lagi didalam sebuah hadis yang di rawikan oleh ibnu majjah dari pada abu khurairah salah satu doa nabi saw:

اَللَّهُمَّ  ا نفَعنِي بِمَا عَلَّمتَنِي وَ عَلِّمنِي مَا يَنفَعُنِي وَزِد نِي عِلمًا وَا الحَمدُ لِلّهِ عَلي كُلِّ حَالٍ

Artinya:

“ya allah bermanfaatlah untukku dari ilmu yang engaku ajarkan kepadaku, dan beri aku ilmu daripada apa yamg member manfaat kepadaku, dan selalilah tambah untukku, dan segala puji pujiannlah bagi allah dalam segala hal.”


Lantaran doa nabi saw agar diluar wahyu yang tersusun menjadi al-qur’an itu tuhan memberinya pula tambahan ilmu, dapatlah kita pahamkan bahwa permohonannya itu dikabulakan oleh tuhan. Sehingga disamping wahyu al-qur’an itu terdapat pula sunnah beliau yang menjadi dasar kedua dari pengambilan dasar agama islam.

Imam asy-syafi’I berkata: “tidak ada pertikaian ahli-ahli ilmu tentang bahwa sunnah-sunnah nabi saw, itu datang dari tiga bentu:

1)   Apa yang diturunkan allah padanya dengan nas al-qur’an, lalu beliau mencontohkannya menurut al-qur’annya itu.

2)   Apa yang diturunkan allah secara ijmal (secara umum), maka sunnah rasul saw menjelaskan yang umum itu secara terperinci.

3)   Sunnah beliau sendiri yang tidak tersebut didalam al-qur’an, baik secra ijmal atau secara tafsil, lalu beliau ijtihatkan sendiri, tetapi tidak keluar garis dari kehendak al-qur’an.

Memohon pengetahuan adalah teladan nabi yang seyogianya dituruti oleh tiap-tiap umat Muhammad yang beriman.  Karena ilmu allah ta’allah itu amat banyak dan amat luas. Dapat mengetahui cabang ilmu akan menambah kenyakinan kita akan kebesaran allah. Ilmu adalah pembawa manusia kepintu iman. Nama allah ta’allah sendiripun diantanya ialah ilmu. Kebesaran dan keteraturan ala mini menjadi bukti atas kekuasaan allah dan luas ilmunya meliputi segala. Dengan bertambahnya ilmu kita bertambah pula yakin kita bahwa yang dapat kita ketahui hanya sejumput kecil saja. Laksana mutiara yang dihempaskan ombak ketepi pantai, kita kupas dari dalam lokan dan giwang, sedang yang dalam dasr laut, masih tuhannlah yang tau.

            Oleh sebab itu maka ahli pengetahuan yang sejati tidaklah memegang yakin suatu pendapat, bahwa itu sudah sampai pada tingkat terakhir. Sesungguhnya hasil penyelidikan yang lama bisa saja berubah karena didapat pula hasil penyelidikan yang baru yang membuat batal atu basi hasil


yang lama itu, sebab itu tepatlah doa yang diajarkan allah kepada nabi itu: “ ya tuhanku tambahlah ilmuku”. 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A.      Kesimpulan

1.    Keutamaan Dan Kewajiban Menuntut Ilmu Dalam Al-Qur’an yaitu Menuntut ilmu adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk merubah tingkah laku dan perilaku kearah yang lebih baik,karena pada dasarnya ilmu menunjukkan jalan menuju kebenaran dan meninggalkan kebodohan.  Wajib bagi muslim mempelajari ilmu yang menjadi prasyarat untuk menunaikan sesuatu yang menjadi kewajibannya.

2.    Penafsiran Ayat- ayat  Al-Qur’an Tentang Kewajiban dan Keutamaan Menuntut  Ilmu yaitu a. Surah at-taubah ayat 122 menjelaskan dalam ayat ini, Allah SWT telah menerangkan bahwa tidak perlu semua orang mukmin berangkat ke medan perang, bila peperangan itu dapat dilakukan oleh sebagian kaum muslimin saja. Tetapi harus ada pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian berangkat ke medan perang, dan sebagian lagi bertekun menuntut ilmudan mendalami ilmu-ilmu islam. Supaya ajaran-ajaran agama itu, dapat diajarkan secara merata, dan dakwah dapat  dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan bermanfaat serta kecerdasan umat islam dapat ditingkatkan. b. Surah Thaahaa ayat 114 menjelaskan   sesuatu yang sangat luhur dan tinggi serta haq lagi sempurna, serta harus diagungkan dengan mengikuti tuntunanya karena al-qur’an bersumber dari yang maha tinggi, dan dari maha raja yang tunduk kepadaNya semua makhluk.  Sebelum malaikat selesai membacanya kepadamu diriwayatkan bahwa nabi saw. pernah tergesah-gesah membaca ayat al-qur’an sebelum jibril menyelesaikan bacaannya.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Nata, Abuddin. 1992. Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta: Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan.

 

Nata, Abuddin.2010.Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan.Jakarta:Rajawali Pers.

Departemen Agama Republik Indonesia.1993. Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid IV.Semarang:Citra Effhar.

 

Shihab, Quraish.2002.Tafsir Al-Mishbah.Jakarta:Lentera Hati.

Hamka.1994. Tafsir Al-Azhar Juzu XVI.Jakarta:Pustaka Panjimas.

 



[1] Abuddin Nata, Al-Qur’an dan Hadits,( Jakarta: Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan,1992), 117.

[2] Abuddin Nata, Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan, (Jakarta: Rajawali pers, 2010),151.

[3] Departemen Agama Republik Indonesia,Al-Qur’an Dan Tafsirnya Jilid IV,(Semarang:Citra Effhar, 1993),279.

[4] Ibid.,280.

[5] Ibid.,281.

[6] Ibid.,281.

[7]Quraish Shihab,Tafsir Al-Mishbah,(Jakarta:Lentera Hati,2002), 377.

[8] Hamka,Tafsir Al-Azhar Juzu XVI,(Jakarta:Pustaka Panjimas,1994),226.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

isim adad

BATAS AWAL DAN AKHIR PENDIDIKAN

KARAKTERISTIK TES YANG BAIK