KARAKTERISTIK TES YANG BAIK


KARAKTERISTIK TES YANG BAIK

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah taqwin at-ta’lim (Evaluasi Pembelajaran) yang dibimbing oleh Ibu Eni Zulfa Hidayah M.Pd.
Description: F:\2015-04-13_092757.jpg










Disusun Oleh : Kelompok 4
Ainul Yaqin                            (U20153014)
Ahmad Zamroni                      (U20153030)






PRODI BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
MARET 2018

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai pembawa kabar gembira bagi umat yang bertaqwa.
Makalah yang berjudul Karakteristik tes yang baik disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Taqwin At-ta’lim (evaluasi pembelajaran). Dalam penulisan makalah ini penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu selaku dosen pembimbing mata kuliah Taqwim At-a’lim (evaluasi pembelajaran) dan teman-teman yang telah bekerjasama dan memberikan masukan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih belum sempurna dan banyak kekurangan. Akhirnya mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

                                                                                                                Jember,.. 07  Maret 2018


                                                                                                            Penyusun









DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................          ii
DAFTAR ISI.........................................................................................          iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................
A.Latar Belakang........................................................................          1
B.Rumusan Masalah....................................................................          1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................
A.Pengertian Tes.........................................................................          2
B..Etika Tes.................................................................................          3
C.Ciri Tes Yang Baik..................................................................          4
D.Prinsip-Prinsip Menyusun Tes.................................................          9
BAB III PENUTUP..............................................................................
A.Kesimpulan..............................................................................          11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................          12














BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Melakukan pembelajaran pasti ada yang namanya evaluasi pembelajaran, atau lebih khususnya tes. Tes ini banyak cara yang sering dilakukan oleh sang evaluator, yaitu ada dengan kertas, lisan, ataupun dengan gerakan. Ini semua namanya evaluasi.
Sedangkan tes sendiri itu tidaklah sembarang melakukannya, akan tetapi melalui beberapa hal yang memang perlu di perhatikan oleh pendidik. Makanya tes ini sangat diperlukan demi meningkatkan kemampuan peserta didik kita, tentunya dengan teori-teori dan metode yang ada. Terkadang banyak kesalahan yang sering dilakukan oleh pendidik, jadi ini yang perlu kita kaji.
Sehingga Penulisan makalah ini sangatlah  penting untuk kita sima’ dengan baik dan teliti, karena dalam makalah ini banyak yang disinggung seperti pengertian tes itu sendiri, syarat-syarat tes, ciri tes yang baik maupun etika tes.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat beberapa rumusan masalah antara lain.
  1. Apa pengertian tes?
  2. Bagaimana etika tes?
  3. Apa saja ciri tes yang baik?
  4. Bagaimana prinsip-prinsip menyusun tes?









BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Tes
Istilah tes diambil dari kata testum. Suatu pengertian dalam bahasa Prancis kuno yang berarti piring. Ada pula yang mengartikan sebagai sebuah piring yang dibuat dari tanah.
Seorang ahli bernama James Ms. Cattel, pada tahun 1890 telah memperkenalkan pengertian tes ini kepada masyarakat melalui bukunya yang berjudul Mental Test and Measurement.
Banyak ahli yang mulai mengembangkan tes ini untuk berbagai bidang, namun yang terkenal adalah sebuah tes inteligensi yang disusun oleh seorang Prancis bernama Binet, yang kemudian dibantu penyempurnaannya oleh Simon, sehingga tes tersebut dikenal sebagai tes BinetSimon (tahun 1904). Dengan alat ini Binet dan Simon berusaha untuk membeda-bedakan anak menurut tingkat inteligensinya. Dari pekerjaan Binet dan Simon inilah kemudian kita kenal istilah-istilah: umur kecerdasan (mental age), umur kalender (chronological age), dan indeks kecerdasan. Inteligensi Kuosien atau Intelligence Quotient (iQ).
Didorong oleh munculnya statistik dalam penganalisisan data dan informasi, maka akhirnya tes ini digunakan dalam berbagai bidang seperti tes kemampuan dasar, tes kelelahan perhatian, tes ingatan, tes minat, tes sikap, dan sebagainya. Yang terkenal penggunaannya di sekolah hanyalah tes prestasi belajar.
Sebelum sampai kepada uraian yang lebih jauh, maka akan diterangkan dahulu arti dari beberapa istilah-istilah yang berhubungan dengan tes ini.[1]
1.    Tes
Adalah merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Dengan mengikuti dari petunjuk yang diberikan misalnya: melingkari salah satu huruf di depan pilihan jawaban, mencoret jawaban yang salah, menjawab secara lisan, dan sebagainya.

2.    Testing
Testing merupakan saat pada waktu tes itu dilaksanakan. Dapat juga dikatakan testing adalah saat pengambilan tes.

3.    Testee
Dalam istilah Indonesia tercoba, adalah responden yang sedang mengerjakan tes. Orang-orang inilah yang akan dinilai atau diukur; baik mengenai kemampuan, minat, bakat, pencapaian, dan sebagainya.

4.    Tester
Dalam istilah lndonesia: pencoba, adalah Orang yang diserahi untuk melaksanakan pengambilan tes terhadap para responden. Tugas tester antara lain:
a.    Mempersiapkan ruangan dan perlengkapan yang diperlukan.
b.    Membagikan lembaran tes dan alat-alat lain untuk mengerjakan,
c.    Menerangkan cara mengerjakan tes.
d.   Mengawasi responden mengerjakan tes.
e.    Memberikan tanda-tanda waktu.
f.       Mengumpulkan pekerjaan responden.
g.    Mengisi berita acara atau laporan yang diperlukan (jika ada).

B.  ETIKA TES
Setiap pengujian tes terdapat banyak kritiak dari beberapa kalangan baik dari para ahli atau orang tua itu sendiri, dengan danya beberapa kritik terserbut maka pendidik dapat melakukan tes dengan memperhatikan beberapa etika tes, etika tes di antaranya:[2]
1.    Kerahasiaan hasil tes, setiap pendidik wajib merahasiakan hasil tes baik secara indevidu maupun kelompok, hasil tersebut hanya boleh disampaikan kepada orang lain, atau orang-orang tertentu.
2.    Keamanan tes, yaitu para pendidik harus menjamin keamanan tes baik sebelum maupun sesudah melakukan tes.
3.    Interpretasi hasil tes, maksudnya dalam hasil tes itu harus dilakukan secara profesionan yang memahamkan peserta didik.
4.    Penggunaan tes, harus menggunakan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi pelaksana tes. Ada beberapa petunjuk praktis yang di taati oleh pendidik.
a.    Diberitau terlebih dahulu akan dilaksanakan tes, bisa satu minggu sebelumnya.
b.    Sebaiknya pendidik menjelaskan cara menjawab yang di tuntut dalam suatu tes.
c.    Sebaiknya pendidik justru memotivasi peserta tes untuk mengerjakan tes secara baik.
d.   Jika pendidik menggunakan tes baku, maka hendaknya pendidik bertanggung jawab penuh terhadap keamanan tes.
e.    Seorang pendidik dapat menggunakan hasil tes untuk mengedintifikaasi kekuatan dan kelemahan peserta didik.
f.     Pendidik hendaknya menghindari dari keterlibatan dalam penyusunan tes yang dapat memperkirakan menggu proses blejar pendidik.
g.    Tidak etis bila seorang pendidik mengembangkan penyusuna butir soal dengan maksud untuk digunakan dalam pembuatan tes.
h.    Tidak etis jika melanggar ketentuan waktu yang sudah diberikan petugas.

C.  Ciri-Ciri Tes yang Baik
Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur, harus memenuhi persyaratan tes. yaitu memiliki:[3]
1.    Validitas.
2.    Reliabilitas.
3.    Objektivitas.
4.    Praktikabilitas.
5.    Ekonomis.
Keterangan dari masing-masing ciri akan diberikan dengan lebih terperinci sebagai berikut.

1.    Validitas
Sebelum mulai dengan penjelasan perlu kiranya dipahami terlebih dahulu perbedaan arti istilah “validitas" dengan “valid”. “Validitas” merupakan sebuah kata benda, sedangkan “valid" merupakan kata sifat. Dari pengalaman sehari-hari tidak sedikit siswa atau guru mengatakan: “Tes ini baik karena sudah validitas”, jelas kalimat tersebut tidak tepat. Yang benar adalah: “Tes ini sudah baik karena sudah valid” atau “Tes ini baik karena memiliki validitas yang tinggi”.
Sebuah data atau informasi dapat dikatakan valid apabila sesuai dengan keadaan senyatanya. Sebagai contoh, informasi tentang seorang bernama A menyebutkan bahwa si A pendek karena tingginya tidak lebih dari 140 CM. Data tentang A ini dikatakan valid apabila memang sesuai dengan kenyataan. yakni bahwa tinggi A kurang dari 140 CM.
Contoh:
Untuk mengukur besarnya partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar, bukan diukur melalui nilai yang diperoleh pada waktu ulangan, tetapi dilihat melalui:
Ø Kehadiran
Ø Terpusatnya perhatian pada pelajaran
Ø Ketepatan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Nilai yang diperoleh pada waktu ulangan, bukan menggambarkan partisipasi, tetapi menggambarkan prestasi belajar. Ada beberapa macam validitas.

2.    Reliabilitas
Kata reliabilitas dalam bahasa Indonesia diambil dari kata reliability dalam bahasa Inggris yang artinya dapat dipercaya. Seperti halnya istilah validitas dan valid, kekacauan dalam penggunaan istilah “reliabilitas” sering dikacaukan dengan istilah “reliabel”. “Reliabilitas” merupakan kata benda, sedangkan “reliabel” merupakan kata sifat atau kata keadaan.
Seorang dikatakan dapat dipercaya jika orang tersebut selalu bicara ajeg, tidak berubah-ubah pembicaraannya dari waktu ke waktu.
Contoh:
TABEL NILAI TES PERTAMA DAN TES KEDUA

Nama siswa
Waktu tes
Pengetesan pertama
Pengetesan kedua
Amin
6
7
Badu
5,5
6,6
Cahyani
8
9
Didit
5
6
Elvi
6
7
Parida
7
8

Demikian pula halnya sebuah tes. Tes tersebut dikatakan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali. Sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan. Dengan kata lain, jika kepada para siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada dalam urutan (ranking) yang sama dalam kelompoknya.
Walaupun tampaknya hasil tes pada pengetesan kedua lebih baik, akan tetapi karena kenaikannya dialami oleh semua siswa, maka tes yang digunakan dapat dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi. Kenaikan hasil tes kedua barangkali disebabkan oleh adanya “pengalaman” yang
Diperoleh pada waktu mengerjakan tes pertama. Dalam keadaan seperti ini dikatakan bahwa ada carry-over eject atau practice-effect, yaitu adanya akibat yang dibawa karena siswa telah mengalami suatu kegiatan. Penjelasan tentang reliabilitas secara lebih terperinci, dapat dibaca di bab lain.
Jika dihubungkan dengan validitas maka:
Ø Validitas adalah ketepatan.
Ø Reliabilitas adalah ketetapan.

3.    Objektivitas
Dalam pengertian sehari-hari telah dengan cepat diketahui bahwa objektif berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang memengaruhi. Hal ini terutama terjadi pada sistem skoringnya.
Ada 2 (dua) faktor yang memengaruhi subjektivitas dari sesuatu tes; yaitu bentuk tes dan penilai.
a.    Bentuk tes
Tes yang berbentuk uraian, akan memberi banyak kemungkinan kepada si penilai untuk memberikan penilaian menurut caranya sendiri. Dengan demikian maka basil dari seorang siswa yang mengerjakan soal-soal dari sebuah tes, akan dapat berbeda apabila dinilai oleh dua orang penilai. itulah sebabnya pada waktu ini ada kecenderungan penggunaan tes objektif di berbagai bidang. Untuk menghindari masuknya unsur subjektivitas dari penilai, maka sistem skoringnya dapat dilakukan dengan cara sebaik-baiknya, antara lain dengan membuat pedoman skoring terlebih dahulu.

b.    Penilai
Subjektivitas dari penilai akan dapat masuk secara agak leluasa terutama dalam tes bentuk uraian. Faktor-faktor yang memengaruhi subjektivitas antara lain: kesan penilai terhadap siswa, tulisan, bahasa, waktu mengadakan penilaian, kelelahan, dan sebagainya, Untuk menghindari atau mengurangi masuknya unsur subjektifitas dalam pekerjaan penilaian, maka penilaian atau evaluasi ini harus dilaksanakan dengan mengingat pedoman. Pedoman yang dimaksud terutama menyangkut masalah pengadministrasian, yaitu kontinuitas dan komprehensivitas.
1)   Evaluasi harus dilakukan secara kontinu (terus-menerus), Dengan evaluasi yang berkali-kali dilakukan maka guru akan memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang keadaan siswa. Kalau misalnya ada seorang anak yang sebetulnya pandai, tetapi pada waktu guru mengadakan tes dia sedang dalam kondisi yang jelek karena semalaman merawat ibunya yang sedang sakit, maka ada kemungkinan nilai tesnya jelek pula.
2)   Evaluasi harus dilakukan secara komprehensif (menyeluruh), yang dimaksud dengan evaluasi yang komprehensif di sini adalah atas berbagai segi peninjauan, yaitu:
a)    Mencakup keseluruhan materi.
b)   Mencakup; berbagai aspek berpikir (ingatan, pemahaman, aplikasi, dan sebagainya).
c)    Melalui berbagai cara yaitu tes tertulis. tes lisan, tes perbuatan, pengamatan insidental. dan sebagainya.
Uraian tentang evaluasi yang komprehensif.

4.    Praktikabilitas (Practicability)
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah pengadministrasiannya. Tes yang praktis adalah tes yang:
a.    Mudah dilaksanakan, misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian yang dianggap mudah oleh siswa.
b.    Mudah pemeriksaannya, artinya bahwa tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban maupun pedoman skoringnya. Untuk soal bentuk objektif, pemeriksaan akan lebih mudah dilakukan jika dikerjakan oleh siswa dalam lembar jawaban.
c.    Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan / diawali oleh orang lain.

5.    Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis di sini ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.

D.  Prinsip-Prinsip Menyusun Test
Ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam menyusun tes hasil belajar, prinsip- prinsip tersebut antara lain:[4]
Pertama, tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar (learning outcomes) yang telah ditetapkan sesuai dengan standar kompetensi termasuk kompetensi dasar yang ditetapkan. Kejelasan mengenai pengukuran hasil belajar yang dikehendaki akan memudahkan bagi pendidik dalam menyusun butir-butir soal tes.
Kedua, butir-butir soal tes harus merupakan sampel yang representatif dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan. sehingga dapat dianggap mewakili performance yang telah diperoleh selama peserta didik mengikuti suatu unit pengajaran.
Ketiga, bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hams dibuat bervariasi, sehingga betul-betul cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan tes itu sendiri. Untuk mengukur hasil belajar yang berupa keterampilan (psikomotor) misalnya, tidak tepat kalau hanya menggunakan soal-soal yang berbentuk esai tes, yang jawabannya hanya menguraikan dan bukan melakukan atau mempraktekkan sesuatu (selanjutnya dapat dilihat pada uraian bagaimana menyusun tes psikomotor) . Demikian pula untuk mengukur kemampuan menganalisis suatu prinsip, tidak cocok jika digunakan butir-buti soal yang berbentuk objektif tes, yang pada dasarnya hanya mengungkap daya ingat peserta didik.
Keempat, tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Artinya, desain tes hasil belajar harus disusun relevan dengan kegunaan yang dimiliki oleh masing-masing jenis tes. Desain tes penempatan sudah barang tentu akan berbeda dengan tes formatif, tes sumatif , dan tes diagnostik, begitu juga untuk jenis tes lainnya.
Kelima, tes hasil belajar harus memiliki reliabilitas yang dapat diandalkan. Artinya setelah tes itu dilaksanakan berkali-kali terhadap subjek yang sama, hasilnya selalu sama atau relatif sama. Dengan demikian, tes hasil belajar itu hendaknya memiliki keajegan hasil pengukuran yang tidak diragukan lagi.
Keenam, tes hasil belajar di samping harus dapat dijadikan alat pengukur keberhasilan belajar peserta didik, juga harus dapat dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar peserta didik dan cara mengajar guru sendiri.



















BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
1.      Pengertian Tes. Istilah tes diambil dari kata testum. Suatu pengertian dalam bahasa Prancis kuno yang berarti piring. Ada pula yang mengartikan sebagai sebuah piring yang dibuat dari tanah.
2.      Etika tes yaitu Kerahasiaan hasil tes, Keamanan tes, Interpretasi hasil tes dan Penggunaan tes,
3.      Ciri-ciri tes yang baik yaitu Validitas, Reliabilitas, Objektivitas. , Praktikabilitas dan Ekonomis.
4.      Prinsip-prinsip menyusun test. Pertama, tes hasil belajar harus dapat mengukur secara jelas hasil belajar. Kedua, butir-butir soal tes harus merupakan sampel yang representatif dari populasi bahan pelajaran yang telah diajarkan. Ketiga, bentuk soal yang dikeluarkan dalam tes hams dibuat bervariasi, sehingga betul-betul cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan tes itu sendiri. Keempat, tes hasil belajar harus didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Kelima, tes hasil belajar harus memiliki reliabilitas yang dapat diandalkan. Keenam, harus dapat dijadikan alat untuk mencari informasi yang berguna untuk memperbaiki cara belajar peserta didik dan cara mengajar guru sendiri.














DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi.  2016. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Sahlan, Moh. 2016. Evaluasi Pembelajaran: Panduan Praktes Bagi Pendidik Dan Calon Pendidik. Jember: Stain Jember Press.
Widoyoko, Eko Putro. 2016. Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi Pendidik Dan Calon Pendidik. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.



[1] Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. (Jakarta: Bumi Aksara, 2016) P 66
[2] Moh. Sahlan, Evaluasi Pembelajaran: Panduan Praktes Bagi Pendidik Dan Calon Pendidik.(Jember: Stain Jember Press. 2016), P 13
[3] Eko putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi Pendidik Dan Calon Pendidik. (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2016) P 98-102
[4] Opcit. Moh. Sahlan. P 41-42

Komentar

Postingan populer dari blog ini

isim adad

BATAS AWAL DAN AKHIR PENDIDIKAN