resume buku orientalisme adward w said
Bagian 1
Edward said merupakan
seorang kaum intelektual yang lahir dari latar belakang keluarga timur
tengah. Hal ini terlihat dari nama Edward yang diambil dari inggris,
wadie dari kairo, dan said yang berasal arab. Dengan memahami suku kata yang dimiliki
oleh Edward saja, maka kita bisa menebak mengapa ia menuliskan buku
orientalisme. Edward berusaha menuliskan tentang sejarah pemikiran barat
tentang dunia asia, teurutama di dalam buku ini Edward menjelaskan tentang
dunia timur dalam wilayah timur tengah, seperti mesir dan sekitarnya.
Di dalam buku ini
dijelaskan bagaimana akhirnya bangsa barat memiliki perspektif yang berbeda
atas bangsa timur. Edward said berusaha menjelaskan bagaimana superioritas
bangsa barat dan inferioritas bangsa timur merupakan hal yang sangat terlihat
di dalam berbagai macam aspek. Pembedaan-pembedaan semacam ini kemudian
terjadi pada level-level yang sederhana seperti pada tata cara makan, cara
hidup, prosesi penyembahan kepada tuhan, dan masih banyak lagi. Hal-hal
yang demikian kemudian menjadikan dasar kajian tentang oriental mulai
berkembang di dunia. Meski demikian, Edward tetap merigitkan tentang
bangsa barat yang melakukan kajian oriental, yaitu Prancis dan Inggris.
Kedua bangsa ini kemudian melakukan banyak kajian tentang orientalisme dalam
bentuk buku-buku teks atau pun catatan antropolog. Bagi Edward apa
yang dilakukan oleh bangsa barat menggunakan subjektifitas yang besar, karena
dalam memelajari orang-orang timur, mereka hanya melakukan observasi kemudian menarik
kesimpulan sepihak. Dasar inilah yang kemudian, mungkin, menjadi salah
satu alasan timbulnya superioritas dan inferioritas antara bangsa barat dan
timur. Bangsa barat yang menggunakan perspektif atau standar kehidupan
barat, ketika melihat bangsa timur, maka mereka cenderung melihat sebuah kurang
beradabnya kehidupan manusia. Hal ini hanya dikarenakan perbedaan pola pikir
antara barat dan timur.
Di dalam buku
orientalisme, Edward juga menjelaskan bahwa orientalisme adalah sebuah kajian
yang dilakukan oleh bangsa barat kepada bangsa timur. Menurut bangsa
barat, peradaban yang dimiliki oleh bangsa barat merupakan hal yang terbaik dan
bangsa timur dituntut untuk memilikinya. Sehingga kajian tentang orientalisme
adalah seputar tentang bagaimana terdapat transformasi dari bangsa barat kepada
bangsa timur. Kembali lagi bangsa perspektif tentang bangsa timur adalah
subyektifitas semata yang dilakukan oleh bangsa barat. Seperti anggapan
bahwa bangsa timur perlu dilakukan proses adabisasi, sehingga bangsa timur
tidak terlihat terlalu bar-bar dalam menjalani kehidupan.
Awalnya Edward berusaha
menjelaskan bahwa kajian tentang oriental merupakan kajian tentang proses
perubahan budaya, hanya sebatas budaya. Namun akhirnya kajian tentang
oriental lebih mengarah pada wilayah politik. Wilayah politik yang
dimaksudkan adalah penaklukan wilayah-wilayah timur yang diklaim memiliki
kelimpahan sumber daya alam. Seperti yang dijelaskan oleh Edward, mesir
dan jazirah arab merupakan wilayah timur yang dianggap lebih beradab ketimbang
wilayah timur lainnya. Mesir pula yang dijelaskan memiliki sejarah
peradaban yang luar biasa, meski saat ada kajian tentang oriental, mesi telah
menjadi bar-bar kembali, dalam perspektif barat.
Penaklukan-penaklukan
yang kemudian tumbuh dari orientalisme adalah pengembangan dari kajian lintas
budaya dan barat. Berawal dari transformasi budaya dari barat ke timur,
hingga bernuansa politis untuk melakukan imperialism dan kolonialisme.
Berkembangnya maksud ini kemudian menyebabkan banyak cara yang dilakukan oleh
barat dalam mendefinisikan timur demi kepentingan politis. Terdapat
banyak sekali para sarjana dan ilmuwan yang pergi ke timur untuk melakukan
kajian tentang timur dan memberikan definisi tentang timur. Karya-karya seperti
inferno oleh renan merupakan salah satu bentuk kajian para orientalis tentang
timur. Tidak hanya melalu teks, namun kajian tentang oriental juga
melewati cara-cara yang bersifat fisik, sepeti penaklukan napoleon Bonaparte
di mesir. Di dalam buku ini pun dijelaskan bagaimana akhirnya
napoleon berhasil melakukan banyak cara dalam penaklukan politis atas mesir
dengan cara-cara yang ada pada kajian orientalisme.
Pendefinisian yang
dilakukan barat kepada timur kemudian menjadikan terbentuknya perspektif kepada
timur oleh barat, bahkan perspektif timur kepada timur. Proses inferiorisasi,
menurut Edward telah banyak dilakukan dan berhasil untuk terus menerus
memojokkan timur. Seperti di dalam karya inferno, proses pentimuran
dilakukan dengan cara menyudutkan salah satu nabi yang dianggap suci oleh salah
satu umat beragama. Terdapat proses pentimuran yang dilakukan oleh barat dengan
mengadakan kajian-kajian ketimuran. Kajian ketimuran, observasi,
ditulisnya ribuan teks tentang timur, dan penelitian tentang timur merupakan usaha
dari barat yang pada akhirnya bersifat politis untuk dapat mengusai
timur. Proyek pembuatan terusan suez yang dilakukan oleh barat merupakan
sumbahsih teknik sipil dalam memperluas kajian dan pendifinisian tentang timur
demi alasan politis barat terhadap timur. Pendefinisian timur bahkan
lebih jauh mentimurkan timur, sejauh ini telah sukses menyudutkan timur dalam
banyak konteks seperti ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang dianggap lebih
rendah.
Pada akhirnya apa yang
berusaha dijelaskan oleh edward dalam orientalisme adalah terdapat pergeseran
maksud dan makna di dalam kajian tentang orientalisme. Bermula dari
kajian tentang timur yang semestinya di mata barat hingga akhirnya
pendefinisian politis dibalik orientalisme. Dimana terdapat maksud dari perginya
ribuan sarjana ke dunia timur, menuliskan catatan tentang timur, memberikan
teori dan akhirnya berpendapat tentang timur yang seharusnya. Hasil akhir
dari kajian orientalisme adalah adanya persamaan makna dari mereka yang non
timur untuk melakukan ekspansi, penaklukan, dan atau setidaknya bersifat
superior atas timur yang inferior.
Pada bagian akhirn buku
ini berusaha menjelaskan bahwa orientalisme hari ini telah bergeser dalam
konteks geografi, yaitu dari Prancis dan Inggris menuju ke Amerika. Hari
ini pun Amerika, di dalam buku orientalisme, tengah melakukan banyak kajian
orientalisme yang bahkan lebih masif dibandingkan dengan kajian orientalisme di
abadi ke 20. Amerika melakukan banyak cara untuk mendefinisikan kembali,
atau setidaknya memertahankan timur sebagai timur. Seperti dengan cara
melakukan kajian-kajian yang dilakukan oleh national geographic, NASA, dan
berbagai macam lembaga penelitian Amerika. Saya rasa cara yang dilakukan
oleh Amerika dalam mendefinisikan timur masih sama seperti apa yang dilakukan
oleh para pendahulunya, yang menjadi pembeda adalah motif ekonomi yang lebih
mendalam. Secara tidak langsung pun Amerika melakukan kajian orientalisme
demi imperialisme dan kolonialisme pada saat ini.
Namun meski di dalam
kajian tentang orientalisme tidak mencakup tentang timur secara keseluruhan,
seperti daratan asia, edward tidak membahaskan hal tersebut secara
komperhensif. Edward justru hanya membahas tentang mesir sebagai
representasi timur. Di dalam buku pun dituliskan bahwa mesir adalah
representasi terbaik yang dimiliki oleh dunia timur karena memiliki banyak
karya yang setidaknya lebih beradab ketimbang timur yang lainnya.
Bagian 2
Orientalisme,
dikemukakan oleh Edward W. Said dalam bukunya Orientalism: Western
Conception of The Orient yang berupaya menggugat hegemoni barat dan
mendudukkan timur sebagai subjek. Said Lahir di Yerussalem, Palestina tahun
1935 dan besar di Mesir dan Amerika. Hidup di lingkungan Palestina yang nyaris
berpenduduk muslim, dengan nama depan (Edward) berasal dari Inggris dan nama
belakang (Said) dari Arab, serta nama tengah (Wadie) dari nama sang ayah yang
berbisnis di Kairo.
Sebagai seorang
Palestina, ia merasa kalah dan terusir dari negerinya, lalu lari ke Kairo. Dia
tidak menganggap dirinya sebagai “ahli” poskolonial meski banyak mengungkapkan
ide mengenai poskolonial. Sebutan tersebut diberikan oleh para
poskolonialis yang melihat bahwa bukunya merupakan karya pemikiran tentang
poskolonialisme. Sebagai orang yang pernah dijajah, masa lalunya bersifat
traumatik, diaspora. Said mengatakan bahwa kehidupannya tidak lepas dari
sejarah masa lalunya. Ada masalah yang menyangkut ingatan kolektif dimasa lalu,
dia juga merasa terasing ditanah airnya sendiri. Berkenaan dengan kehidupannya
di Kairo Mesir, Said mengungkapkan bahwa ada masalah besar di barat, terutama
tentang timur, bahwa penggambaran mengenai Arab dan Islam begitu rendahnya.
Didalam bukunya, digambarkan suatu bidang kajian ketimuran atau orientalisme,
yang bersumber dari Inggris dan Prancis. Sejak awal abad XIX hingga akhir
Perang Dunia II, Prancis dan Inggris mendominasi dunia timur dan orientalisme,
sedangkan sesudah Perang Dunia II dominasi tersebut diambil alih Amerika yang
melakukan pendekatan pada dunia timur seperti yang ditempuh Inggris dan Prancis
sebelumnya. Dari kedekatan ini, muncul berbagai teks yang disebut sebagai
‘teks-teks orientalis’.
Dengan demikian,
orentalisme bukan semata-mata pokok bahasan atau bidang kajian politis yang
dicerminkan secara pasif oleh kebudayaan, kesarjanaan atau intuisi. Bukan pula
merepresentasikan dan mengungkapkan rencana keji imperialisme barat untuk
menjatuhkan dunia timur. Lebih jauh, orientalisme merupakan kajian yang
berusaha menyebarkan kesadaran-kesadaran geopolotis kedalam teks-teks estetika,
keilmuan, ekonomi, sosiologi, sejarah dan filologi. Studi tentang
orientalisme bukan saja berupa buku-buku akademik, tetapi juga laporan, novel,
film teks drama dll.
Timur dan Barat
merupakan dua kata biner yang dikaji oleh Edward Said yang melihat bahwa keduanya
memiliki sejarah, pemikiran, kosa kata dan citranya sendiri, Bagi Timur, proses
tersebut telah membuatnya “hadir secara eksotik’ baik bagi Timur sendiri maupun
Barat. Begitu pula bagi barat, proses ini berhasil membuatnya “ada secara
dominan” di Timur dan bagi Timur. Timur merupakan bagian integral dari
peradaban material dan budaya Eropa. The Orient is an integral part of
European material civilization and culture.
Pengaruh Pemikiran
Gramsci dan Foucoult
Orient atau timur sebagai subjek akademik yang diciptakan oleh orientalis sebagai
sistem ilmu pengetahuan tentang timur. Seperti yang diungkapkan oleh Gramsci,
bahwa ada intelektual organik yang dimiliki oleh barat. Bila tidak ada
sayap intelektual, maka tidak ada orientalisme. Siapapun yang mengajar,
menulis, meneliti Timur, apakah dia Antropolog, Sosiolog, Sejarawan apakah
mereka menelaahnya secara spesifik atau umum, mereka dinamakan Orientalis.
Berdasarkan tradisi akademik ada aspek ontologis dan epistemologis yang
mendasarinya. “Orientalism is a style of though based upon an
ontological and epistemological distinction made between ‘the orient’ and (most
of the time) ‘the occident’.” Orientalisme sebagai suatu gaya berpikir
yang didasari atas perbedaan ontologis dan epistemologis yang dibuat
antara The Orient (timur) dan The Occeident (barat).
Orientalisme sebagai
suatu bahasan yang membenarkan bahwa barat mendominasi, merestruktur, dan
memiliki otoritas atas timur. Hubungan antara barat dan timur lebih sebagai
hubungan kekuasaan, dominasi dari beragam tingkatan hegemoni. Bagi Gramsci,
power terdiri dari dominasi dan hegemoni. Bahwa hegemoni tidak akan
terjadi tanpa adanya dominasi. Hal ini merupakan sumbangan pemikiran Gramsci
terhadap Said ketika melakukan pembedaan masyarakat secara analitis.
Gramsci membedakan
masyarakat menjadi dua kelas, yakni masyarakat sipil dan masyarakat politis,
Masyarakat sipil yang dimaksud Gramsci terbentuk dari kelompok masyarakat
“suka-rela” (atau sekurang-kurangnya yang bersifat rasional dan tidak memaksa),
seperti sekolah, keluarga, dan serikat. Sedangakan masyarakat politis terbentuk
dari badan-badan negara seperti angkatan bersenjata, kepolisian dan
birokrasi yang secara politis berperan sebagai penguasa dominan. Suatu kebudayaan
tentu saja beroperasi dalam masyarakat sipil, karena dalam masyarakat inilah
sekelompok gagasan, institusi dan manusia didalamnya tidak memberikan pengaruh
melalui bentuk dominasi, melainkan melalui apa yang dinamakan gramsci
“kesepatakan”.
Dalam masyarakat yang
bersifat tidak totaliter, bentuk-bentuk kebudayaan tertentu seringkali nampak
lebih dominan dibandingkan kebudayaan lainnya. Demikian juga dengan gagasan.
Ada gagasan yang lebih berpengruh dibandingkan dengan gagasan lainnya. Bentuk
kepemimpinan budaya ini yang diidentifikasikan oleh Gramsci sebagai hegemoni,
sebuah konsep mutlak bagi setiap upaya untuk memahami kehidupan kultural
didalam masyarakat barat. Berkaitan dengan hegemonisme ini, ada pandangan yang
sudah demikian mengakar bahwa orang Eropa atau orang kulit putih lebih memiliki
tingkat kebudayaan yang lebih baik atau lebih tinggi dibandingkan dengan
oang-orang kulit berwarna.
Bila Gramsci melihat
adanya peran negara dalam hegemoni budaya, maka Foucoult mengungkapkan bahwa
yang menjadi kekuasaan adalah pengetahuan, atau dikatakan “knowledge/power”.
Dalam Geneologi kekuasaan, Foucoult membahas bagaimana orang mengatur diri sendiri
dan orang lain melalui produksi pengetahuan, Diantaranya ia melihat pengetahuan
menghasilkan kekuasaan dengan mengangkat orang menjadi subjek dan kemudian
memerintah subjek dengan pengetahuan.
Pertukaran antara
“makna akademis” dengan “makna orientalisme” merupakan pertukaran yang nyaris
dapat berlangsung secara terus menerus. Dengan menjadikan Abad XVIII sebagai
titik tolak, orientalisme dapat kita lihat dalam kapasitasnya sebagai
“institusi resmi” yang mengurusi dunia timur yang membuat pelbagai pernyataan
dan deskripsi tentang Timur, serta melegitimasi beragam asumsi tentang Timur.
Bahwa orientalisme sebagai gaya barat untuk mendominasi, menata ulang dan
menetapkan kekuasaan mereka terhadap dunia timur. Kekuasaan disini menurut
Foucoult adalah dalam bentuk pengetahuan, disiplin keilmuan yang dengannya
kebudayaan Eropa mampu menangani bahkan menciptakan dunia Timur secara politis,
sosiologis, ideologis dan ilmiah. Melalui pengetahuan, Eropa
mendefinisikan dirinya unggul dan mencintrakan dirinya superior dan sebaliknya
orang-orang yang berada dibelahan dunia lain dianggap sebagai inferior.
White Supremacy
Gagasan yang memandang
kebudayaan Eropa merasa lebih hebat sedangakan kebudayaan timur dianggap lebih
terbelakang atau lebih rendah, membuatl Barat atau Eropa dapat melakukan
hegemoninya terhadap kebudayaan lain diluar Eropa, khususnya Timur. Hal ini
yang menganggap adanya supremasi kulit putih (White Supremacy) yang bersifat
rasis.
Gagasan yang memandang
identitas Eropa lebih unggul dibandingkan dengan identitas semua bangsa dan
kebudayaan non Eropa dikemukakan oleh Edward Said, yang pernah tinggal di Mesir
dan mempelajari sejarah Mesir yang pernah dijajah Inggris. Bahwa Orang Eropa
sering menganggap kedudukan Orang Arab dan muslim lebih rendah dibandingkan
kedudukan orang Eropa. Stereotip dunia Timur seringkali muncul dalam media
massa, televisi, film yang memberikan kesan memaksa informasi untuk
mengambil bentuk yang baku tentang timur. Kalau kita menyaksikan film-film
barat, memberikan kesan bahwa Orang Arab itu pasti kalah kalau berperang,
mereka lemah dan bahkan bodoh. Namun seringkali dipandang sebagai kaum
pemberontak bahkan teroris.
Sebagian besar kajian
orientalisme Said berasal dari kesadarannya sebagai orang Timur, yakni seorang
anak yang tinggal di dua koloni Inggris, Palestina dan Mesir. Memperoleh
sebagian pendidikannya di Amerika Serikat. Namun kesadaran Said sebagai orang
Timur tetap hidup dalam dirinya. Hal ini merupakan sisi-sisi pribadinya.
Said mengutip kata-kata Gramsci mengenai inventaris, In the “Prison
Notebooks Gramsci says : “The starting point of critical elaboration is
the consciusness of what one really is, and is ‘knowing thyself’ as a produt of
the historical process to date, which has deposited in you in infinity of
process to date which has deposited in you an infinity of traces, without
leaving an inventory”. Bahwa titik tolak sebenarnya dari kerja kritik
adalah jati diri, sedangkan mengenalkan diri sendiri merupakan hasil akhir dari
proses sejara yang mengisyaratkan tentang ketidakterbatasan jejak dalam diri
kita, tana pemnyisakan sedikitpun daftar-daftar inventaris. Sebagai seorang
yang pernah mengenyam pendidikan di barat, Said tidak pernah melupakan asal
usulnya sebagai orang timur, ini yang membuat ia berjuang untuk mendudukkan
timur sebagai subjek dan menggugat hegemoni barat.
Bagian 3
Pengertian
Orientalisme “Orientalisme” berasal dari kata-kata Perancis “Orient” yang
berarti “timur”, kata tersebut berarti ilmu-ilmu yang berhubungan dengan dunia
Timur. Orang-orang yang mempelajari atau mendalami ilmu-ilmu tersebut disebut
“orientalist” atau “ahli ketimuran” . Kata Orientalis digunakan bagi setiap
cendekiawan Barat yang bekerja untuk mempelajari masalah keTimuran, baik
dibidang bahasanya, etika, peradaban dan agamanya. Jadi, orientalis memerupakan
suatu studi yang dilakukan oleh orang-orang Barat untuk mempelajari situasi
Timur, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan sejarah, agama, bahasa, etika,
seni, tradisi, serta adat kebiasaanya. Sebagaimana bahwa orientalisme adalah
suatu warna perang dingin yang dilancarkan oleh bangsa Eropa guna memperdaya
Islam dan umatnya, yang dilakukan setelah mereka kalah dan gagal dalam perang
salib yang dahsyat.
Hubungan
dunia Barat dengan dunia Timur telah dimulai sejak masa kejayaan dunia Timur,
yaitu ketika dunia Timur ini penuh dengan pusat-pusat ilmu pengetahuan,
perpustakaan dan buku-buku berharga. Orang-orang Barat pada waktu itu belajar
pada ulama-ulama Timur, pada filosof-filosofnya dan para ahli matematikanya.
Ada
beberapa pengertian tentang istilah orientalis, diantaranya yaitu:
1.
Pengertian
secara umumOrientalisme merupakan suatu gaya berfikir yang berdasarkan pada
pembedaan ontologis dan epistemologis antara “Timur” dan (hampir selalu)
“Barat”.
2.
Pengertian
ini merupakan definisi yang dibatasi oleh kata orientalisme itu sendiri, yaitu
metode berfikir ala Barat. Metode inilah yang menjadi landasan dalam menilai
dan memperlakukan segala sesuatu, bahwa disana ada perbedaan yang fundamental
antara Barat dan Timur, baik dalam eksistensi maupun dalam sains teknologi.
Yang pertama merasa lebih unggul dalam masalah ras dan peradaban dari pada yang
kedua.
Kelebihan dalam definisi ini ialah adanya isyarat tentang unsur kefanatikan terhadap ras yang sangat menonjol dalam dunia orientalisme, dengan segala macam dan ragamnya. Baik orientalisme dalam kawasan akademi, pekerjaan maupun hasil karya yang mereka tulis tentang dunia Timur. Ataupun yang ditonjolkan oleh setiap lembaga politik dan kolonial yang mereka lakukan dalam menghadapi dunia Timur.
Namun, definisi tadi sangatlah luas dan umum sekali. Sebab ia tidak hanya mencakup kajian akademis yang dilakukan bangsa Barat terhadap Timur saja. Akan tetapi lebih dari itu pula mencakup pula buku-buku kajian tentang dunia Timur, yang ditulis oleh para budayawan, sejarawan, maupun penyair.
Kelebihan dalam definisi ini ialah adanya isyarat tentang unsur kefanatikan terhadap ras yang sangat menonjol dalam dunia orientalisme, dengan segala macam dan ragamnya. Baik orientalisme dalam kawasan akademi, pekerjaan maupun hasil karya yang mereka tulis tentang dunia Timur. Ataupun yang ditonjolkan oleh setiap lembaga politik dan kolonial yang mereka lakukan dalam menghadapi dunia Timur.
Namun, definisi tadi sangatlah luas dan umum sekali. Sebab ia tidak hanya mencakup kajian akademis yang dilakukan bangsa Barat terhadap Timur saja. Akan tetapi lebih dari itu pula mencakup pula buku-buku kajian tentang dunia Timur, yang ditulis oleh para budayawan, sejarawan, maupun penyair.
3.
Pengertian
ini semacam ini telah mengeluarkan kita dari pemahaman sempit, dimana hanya
mengartikan orientalisme dengan kajian yang bersifat akademis seperti gerakan
kolonialisme dan kristenisasi, baik lewat suatu lembaga atau organisasi ilmiah
atau bentuk sekolah lanjutan setaraf universitas di Barat .
4.
Pengertian
secara khusus Yaitu orientalisme merupakan studi akademis yang dilakukan oleh
bangsa Barat dari negara-negara imperialis mengenai dunia Timur dengan segala
aspeknya, baik mengenai sejarah, pengetahuan, bahasa, agama, tatanan sosial
politik, hasil bumi serta semua potensinya. Hal ini bermula dari anggapan orang
Barat yang merasa bahwa ras dan peradabannya lebih tinggi dari pada bangsa
Timur, yang tujuannya ialah untuk menguasai bangsa Timur, demi menunjang
kepentingan bangsa Barat. Lagi pula, semua aktifitas tadi mereka lakukan dengan
cara tipu daya yang menampakkan seolah sebagai kajian ilmiah yang obyektif.
5.
Namun
pada definisi ini ada pembatasan terhadap bangsa Timur, yang hakekatnya
merupakan tujuan utama dari semua aktifitas orientalisme. Yaitu bangsa Timur
yang Islam. Begitu juga ada yang melupakan atau mengenyampingkan sifat-sifat
pokok orientalis itu sendiri. Yaitu satu sifat yang sebenarnya berbahaya,
dimana kajian orientalis tentang Islam jauh dari sifat objektif dan didasari
fanatisme sepihak. Satu hal lagi yang sangat penting, bahwa semua kaum
orientalis Barat, tanpa pengecualian adalah orang-orang yang mengingkari
kenabian Muhammad, dan kafir terhadap Islam. Kebanyakan dari mereka adalah Ahli
Kitab (bangsa Yahudi dan pemeluk Nasrani) yang dikenal sangat memusuhi Islam
dan kaum Muslimin. Mereka dengan gigih dan terarah selalu membuat tipu daya
terhadap ummat Islam. Selalu berusaha untuk meniupkan keragu-raguan terhadap
kebenaran ajaran Islam, dan selalu berusaha untuk menyesatkan ummat Islam dari
ajaran agamanya.
6.
Definisi
Dr. Edward Sa’id Yaitu seperti yang diungkapkan oleh Dr. Edward Sa’id,
pengarang buku Orientalisme, bahwasanya orientalisme merupakan kajian atau
methode Barat untuk mencaplok bangsa Timur, dengan kedok hendak memperbaiki dan
memajukan (politik ataupun pemikiran), demi memperlancar kekuasaannya disana.
7.
Definisi
Dr. Ahmad Abdul Hamid GhurabYaitu orientalisme adalah kajian yang akademis,
yang dilakukan oleh bangsa Barat yang kafir, khususnya dari kalangan ahlul
kitab tentang Islam dengan segala aspek, baik mengenai aqidah, syari’at,
pengetahuan, kebudayaan, sejarah, aturan dan peraturan, hasil bumi dan
potensi-potensinya. Tujuannya untuk merusak dan mengotori citra Islam,
meniupkan keragu-raguan kepada kaum muslimin akan kebenaran dan kepercayaan
mereka terhadap ajarannya, menyesatkan mereka (muslimin) dari jalan yang
diharuskan syari’atnya. Kemudian dengan berbagai cara diupayakan agar mereka
mau mengikuti ajaran dan pemikiran Barat. Dalam usahanya itu mereka (kaum
orientalis) mencoba dengan tipu dayanya untuk mengelabuhi bahwa semua kajian
itu seolah ilmiah dan objektiif. Karena mereka merasa akan adanya keunggulan
dan kelebihan ilmu pengetahuan yang dimiliki bangsa Barat atas bangsa Timur
yang Islam.
B.
Ruang Lingkup Orientalisme Ruang lingkup
orientalisme yaitu antara lain:
1.
Keagamaan
Agama merupakan motif utama bagi para orientalis dalam menjalankan misi mereka.
Yaitu ketika para pendeta melihat umat Nasrani dalam jumlah besar masuk dalam
agama Islam, kemudian takjubnya khalayak ramai lainnya terhadap Islam yang
tersimpan dalam lubuk hati mereka. Ketika melihat kemajuan dan keunggulan
militer kaum muslimin, peradaban yang dimiliki umat Islam yang mempunyai
pengaruh dalam merongrong aqidah (menurut orang-orang Barat), maka mereka
menganggap Islam sebagai musuh satu-satunya bagi agama Nasrani. Yang penting
bagi mereka adalah untuk mensudutkan agama Islam, memburuk-burukkan agama Islam
dan memutar balikan kebenaran agama Islam. Ketika itu mereka memandang bahwa
Islam merupakan musuh mereka. Tidak berhak berkembang dan kaum muslimin itu
dipandangnya orang biadab, perampok dan pembunuh . Kita juga tidak akan
mendapatkan seorang pun pendeta Kristen, Yahudi, Rahib maupun Uskup, kecuali
mereka benar-benar sangat keras menghantam umat Islam. Semua itu tidak ada
tujuan lain, kecuali untuk memalingkan pandangan dan orang-orang Barat
sehinggga mereka tidak lagi mengkritik aqidah dan kitab suci mereka, selain itu
sisa-sisa perang salib, ekspansi Turki Usmani ke Eropa masih terasa dalam hati
orang-orang Barat. Sehingga membuat mereka takut dengan kekuatan Islam sehingga
mereka selalu membenci umat Islam. Hal-hal tersebut diatas membuat temperatur
jiwa mereka meningkat, sehingga membuat mereka semakin bersemangat untuk
mempelajari tentang hal-hal yang berhubungan dengan keIslaman. Hal ini juga
ditambah dengan tujuan para pendeta yang tidak melupakan tentang penyebaran
aqidah agama Nasrani, kerena memang hal itu yang pertama mereka inginkan. Lalu
mereka melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak layak, sebagai salah usaha
untuk membuat keragu-raguan dalam hati kaum muslimin terhadap aqidah yang
mereka imani dengan cara yang profesional. Dari segi lain mereka juga berusaha
meyakinkan pengikutnya, bahwa peradaban Barat lebih unggul dari pada peradaban
Islam.
Mereka menggambarkan agama Islam dalam bentuk agama yang apatis dan tidak mampu mengikuti perkembangan zaman. Para orientalis juga bertujuan untuk menciptakan jiwa yang lemah dan pribadi pesimis dalam pribadi-pribadi umat Islam dan bangsa Timur lainnya, sehingga membuat mereka tunduk kepada peradaban materialis Barat yang modern. Dan diantara tipu daya mereka adalah selalu menyimpulkan ajaran umat Islam dari kondisi riil umat Islam sekarang (yang ada), dengan meninggalkan dan mengacuhkan referensi kaum muslimin dan peninggalan-peninggalan yang bernilai tinggi. Mereka juga selalu memiih lingkungan umat Islam yang paling parah dan bobrok untuk dijadikan contoh kenyataan dari hasil ajaran Islam .
Mereka menggambarkan agama Islam dalam bentuk agama yang apatis dan tidak mampu mengikuti perkembangan zaman. Para orientalis juga bertujuan untuk menciptakan jiwa yang lemah dan pribadi pesimis dalam pribadi-pribadi umat Islam dan bangsa Timur lainnya, sehingga membuat mereka tunduk kepada peradaban materialis Barat yang modern. Dan diantara tipu daya mereka adalah selalu menyimpulkan ajaran umat Islam dari kondisi riil umat Islam sekarang (yang ada), dengan meninggalkan dan mengacuhkan referensi kaum muslimin dan peninggalan-peninggalan yang bernilai tinggi. Mereka juga selalu memiih lingkungan umat Islam yang paling parah dan bobrok untuk dijadikan contoh kenyataan dari hasil ajaran Islam .
2.
Bahasa
Pemutusan sendi-sendi yang menghubungkan antara Arab dengan ummat Islam tidak
mungkin dilakukan selama masih ada huruf Arab resmi, yang menyatukan ummatnya
antara masa sekarang, dengan peninggalan-peninggalan masa lalu. Maka ia
berfikir, jika mampu menjauhkan dan melupakan umat Islam dengan huruf Arab dan
menggantinya dengan huruf latin, maka terputuslah hubungan antara Arab, umat
Islam, al-Quranul karim, peninggalan-peninggalan keIslaman mereka, kebanggaan
mereka menggunakan bahasa arab, kesusastraan, sejarah, dan pemikiran Islami. Kemudian
jadilah bahasa Arab sebagai kesatuan bahasa yang tidak dikenal lagi bahkan
setelah itu kesatuan ini menjadi saling kontroversial dengan masa. Maka hanya
membutuhkan waktu sedikit lagi untuk menundukkan umat Islam. Akan menjadi
gampang untuk mewarnai pengikut Muhammad dengan ajaran Kristen dan menjadikan
mereka bangsa-bangsa yang mengikuti peradaban Barat. Dengan demikian, maka
terealisasilah cita-cita orang-orang Eropa untuk mengakhiri eksistensi ajaran
Islam dan kaum muslimin.
3.
Sejarah
Ketika berakhirnya perang salib dengan kekalahan kaum salib, dimana menurut
zahiriyahnya perang itu perang Agama dan pada hakekatnya perang penjajahan,
orang-orang Barat tidak berputus asa untuk menduduki negeri-negeri Arab dan
seterusnya negeri-negeri Islam. Lalu mereka berketetapan hati untuk mempelajari
negeri-negeri itu .
4.
Politik
Melihat bahwa kebutuhan politiknya menginginkan agar konsul dan dutanya yang
memiliki bekal yang mapan tentang kajian yang berhubungan dengan dunia Timur.
Dengan cara demikian mereka akan dapat menjalankan kepentingan-kepentingan
politik bagi mereka, seperti membuat hubungan dengan para pemikir, wartawan dan
ahli politik untuk mengenal pemikiran, situasi negara, dan menyebarkan
aliran-aliran politik yang diinginkan negara-negara imperialis dinegara-negara
jajahannya. Selain itu juga membuat hubungan dengan agen-agen yang mau dan
mampu membantu mereka untuk merealisasikan tujuan-tujuan politik mereka
dinegara tersebut . Dengan dorongan politik itu, dapat dihembus-hembuskan
semangat perpecahan diantara sesama bangsa yang satu, agama, dan diantara
sesama bangsa yang berlainan agama, hal itu semua, tentunya setelah dipelajari
cara-caranya dan kuncinya oleh ahli keTimuran. Meskipun penjajahna sudah
lenyap, tetapi penjajahan dalam bentuk lain bisa saja diusahakan dengan
berbagai jalan. Umpamanya penjajahna ekonomi, penjajahan aqidah, penjajahan
pengaruh ideology dll .
5.
Adat
istiadat Agar impian mereka benar-benar
terwujud para orientalis mulai berusaha menghidupkan nilai-nilai sejarah
kebangsaan(nasionalisme) Fir’aun di Mesir Phoenix di Damaskus, Lebanon dan
Palestina dan bangsa Asyuria di Irak, hal ini digunakan untuk memecah belah
umat Islam dan guna mengetahui sejauh mana ketangguhan Islam dalam
mempertahankan kemerdekaaan, persatuan, ras, tanah air dan kekayaan alam. Serta
sejauhmana keinginan kita untuk kembali memimpin peradaban sebagaimana yang
pernah dicapai. Yaitu, kerinduan untuk mengikat kembali persatuan dan berjumpa dengan
saudara-saudara seaqidah, menjalani hidup dengan budi pekerti yang tinggi,
menghargai nilai-nilai sejarah dan mewujudkan kemaslahatan bersama . Pada masa
sekarang, setelah berkembang blok Timur dan blok Barat maka masing-masing dari
mereka berusaha mempengaruhi akan masyarakat, dimana mereka ditempatkan untuk
kepentingan politik dari negaranya. Dibawahnya hal-hal yang mempengarihi
kebudayaan, kehidupan dan penghidupan kepada bumiputeranya. Sehingga tanpa
disadari penduduk asli itu hanya mengalami perubahan dalam segala bidang,
bidang kebudayaan dan keagamaan khususnya. Mereka tahu akan segi-segi kelemahan
dari penduduk Timur, lalu kelemahan itu dapat dimanfaatkan oleh mereka.
6.
Keilmuan
Sejak dahulu tidak ada yang menyangsikan kebenarannya dan terlukis dalam
getirnya pengalaman historis bahwa orientalis dan misionaris bagaikan baut-baut
dari seperangkat mesin imperialis. Yang tujuan utamanya adalah menggetarkan
sendi-sendi Islam dengan mempopulerkan ilmu-ilmu sekuler Barat, ebudayaan Barat, kehidupan ala Barat yang
lengkap dengan atribut dekadensinya, untuk mempengaruhi generasi Islam dan
mereka yang lemah imannya agar mengkultuskan Barat sehingga rela menanggalkan
peradaban serta bahasanya seakan-akan atas kesadarannya sendiri menjadi modern.
Dalam bidang garapan ini, mereka mencapai hasil yang nyata, dengan perhitungan
apabila generasi tersebut mencapai usia lanjut maka generasi berikutnya akan
semakin jauh dengan ajaran Islam, lebih tidak mengerti lagi tentang fikih
Islam, serta mengenal alquran hanya sebagian kecil saja dari ayat-ayatnya. Apabila
telah sampai pada kondisi semacam ini maka mudahlah untuk dicundangi dan
dikacaukan pemikiranya. Pendek kata kaum orientalis yang terdahulu, telah
memanfaatkan hasil penelitiannya tentang agama Islam dan yang berhubungan
dengan ajaran Islam baik secara positif atau negative. Dan banyak melontarkan
hasil penelitiannya yang bertentangan dengan ajaran Islam yang sebenarnya dan
membawa pengaruh yang jelek kepada kaum muslimin .
7.
Ekonomi
Bagi negeri-negeri industri yang memerlukan pasaran untuk melemparkan hasil
industrinya , mereka harus meneliti kesukaan negeri-negeri yang menjadi
sasarannya, warna apa, kain apa, barang apa dan sebagainya. Sehingga
barang-barangya menjadi laku dan dan dapat pula membeli dari hasil-hasil bumi
dari negeri Timur dengan harga yang murah. Kemudian dapat pula mematikan
industri dalam negeri, demi memajukan industri mereka sendiri.
Dari itu, memerlukan penellitian dan pengatahuan yang cukup tentang negeri-negeri Timur itu, bagi negeri-negeri Barat yang telah mempunyai kemajuan industri yang demikian pesat dan menghasilkan barang-barang yang tidak sedikit, yang perlu dilemparkan kepasar-pasar dunia .
Dari itu, memerlukan penellitian dan pengatahuan yang cukup tentang negeri-negeri Timur itu, bagi negeri-negeri Barat yang telah mempunyai kemajuan industri yang demikian pesat dan menghasilkan barang-barang yang tidak sedikit, yang perlu dilemparkan kepasar-pasar dunia .
8.
Kesusasteraan
Terminologi orientalis menunjukkan betapa hebat dan berkuasanya kesusateraan mereka
terhadap kita. Fenomena yang mereka lakukan dengan meragukan keunggulan sastra
Arab terhadap sastra mereka, bertujuan untuk memperlihatkan kepada dunia bahwa
sastra Arab itu rendah dan kalah, jika dibandingkan dengan sastra mereka. Ini
adalah contoh dari imperialisme sastra yang mereka inginkan, disamping
imperialisme militer yang mereka ragukan .
9.
Kemasyarakatan
Dengan menghidupkan paham kesukuan yang dulunya sempat mencuat dalam komunitas
suatu masyarakat sebelum datangnya dinul Islam. Mereka juga menghembuskan
isu-isu yang dapat mengakibatkan perang saudara diantara mereka sendiri .
10.
Archeologi,
keturunan, dan lainnya. Bagi kaum muslimin kebudayaan Islam adalah asli, dalam
pengertian ia lepas dari tradisi-tradisi Yunani dan Romawi atau kebudayaan yang
dipusakai dari Persia. Bangunan kebudayaan Islam didirikan diatas kepercayaan
Islam, dengan sendirinya pula alqur’an dan kehidupan serta ajaran nabi besar
Muhammad saw. Islam telah menjadi sumber
ilham utama bagi beragam kebudayaan kaum muslimin. Diberbagi bagian dunia Islam
, pola-pola kebudayaan sesungguhnya telah mengalami evolusi dengan sedikit
variasi. Kebanyakan itu bersifat detail, disebabkan keadaan setempat. Dengan
tauhid, kebudayaan Islam berbeda dengan peradaban-peradaban lainnya. Tidak
mengakui perbedaan-perbedaan bangsa, warna dan Negara. Juga tidak
memperlihatkan penghargaan istimewa terhadap pakaian dan makanan. Disebagian
kaum orientalisten, timbullah kesan, bahwa agama Islam tidak mempunyai apa-apa,
dan hanyalah merupakan pengambilan dari agama Yahudi dan Kristen. Dalam kajian
orientalisme mempunyai karakter khusus yang merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari pemahaman orientalisme itu sendiri yaitu orientalisme merupakan
suatu kajian yang merupakan suatu ikatan yang sangat erat hubunganya dengan
kolonial Barat. Khususnya kaum kolonial Britania dan Perancis sejak akhir abad
18 hingga usai perang dunia kedua. Kemudian dilanjutkan oleh kolonial Amerika
(sebagai simbol kolonial Barat) hingga dewasa ini.
11.
Jadi
fenomena orientalisme berkaitan erat dengan kolonialisme. Dimana ada
kolonialisme , disitu pula ada orientalisme. Semua negara Barat yang penjajah,
mempunyai organisasi orientalisme.
12.
Orientalisme
merupakan gerakan yang mempunyai ikatan yang sangat kuat dengan gerakan
Kristenisasi. Hal ini terbukti dengan membengkaknya jumlah kaum Nasrani yang
mensepesialisasikan dirinya dalam sekolah kepasturan untuk mengkaji kitab-kitab
perjanjian lama dan perjanjian baru. Kemudian mereka dipersiapkan secara khusus
(dengan bekerja sama orientalisme Yahudi) untuk mempelajari tentang Islam dan
kaum muslimin, dengan tujuan yang beraneka ragam. Antar lain mengenal lebih
jauh masalah-masalah yang mungkin dapat digunakan sebagai sarana untuk
mengotori citra Islam, menumbuhkan rasa perselisihan dikalangan umat Islam,
serta menumbuhkan rasa keragu-raguan terhadap ajaran agama Islam dan berusaha
semaksimal mungkin untuk memurtadkan umat Islam.
13.
Orientalisme
merupakan kajian gabungan yang kuat antara kolonialisme dengan gerakan
Kristenisasi, yang validitas ilmiah dan obyektifitasanya tidak dapat
dipertanggung jawabkan secara mutlak, khususnya dan mengutarakan kajian tentang
Islam. Yang demikian itu mereka lakukan dengan menggunakan segala bentuk sarana
dan prasarana. Antar lain seruan untuk memajukan dan mengaktualisasikan evolusi
Islam, westernisasi, dan modernisasi, asimilasi kebudayaan,
ateisme,nasionalisme, dialog pendekatan antar agama.
14.
Orientalisme
merupakan bentuk kajian yang dianggap paling potensial bekerja sebagai
konsultan bagi negara dalam merencanakan politik mereka guna diterapkan pada
satu wilayah jajahan yang dibarengi dengan gerakan Kristenisasi diseluruh
wilayah yang penduduknya beragama Islam .
C.
Tujuan
Orientalisme Tujuan utama orientalisme adalah mengungkap dan menyingkap
signifikansi simbolik ungkapan kultural Islam yang dalam, dimana bahasa Arab
merupakan wahana utamanya . Harus kita akui dengan terus terang bahwa beberapa
orang diantara para orientalist telah menghabiskan sebagian umur, kekuatan atau
kemampuan mereka mempelajari agama Islam. Mereka bentuk organisasi untuk
menyelidiki dan mempelajari masalah-masalah keTimuran dan keIslaman tanpa
pengaruh-pengaruh politik ,ekonomi, atau agama, tetapi semata-mata kedoyanan
atau kegemaran mereka mendapatkan ilmu pengetahuan . Orientalist yang kerjanya
hanya mencari kejelekan-kejelekan dan kelemahan-kelemahan agama Islam,
kebudayaan Islam, dan sejarah Islam, yang mereka sengaja membeberkan nya dalam
kitab-kitab karangan mereka dengan tujuan tertentu yang bersifat politik dan
agama. Banyak sekali orientalist yang memusatkan perhatian dan kegiatan mereka
untuk memperkenalkan kepada orang banyak kelemahan-kelemahan dalam ajaran
Islam, masyarakat dan kebudayaan atau peradaban muslimin, lalu mereka teruskan
mencari kejelekan dan kelemahan agama dan syariat Islam. Cara khusus mereka
ialah membesar-besarkan masalah-masalah kecil. Orientalisme memang bukan kajian
obyektif dan tidak memihak Islam maupun kebudayaannya; yang diupayakan secara
mendalam bukanlah untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik dan orisinal
melainkan hanya rencana jahat yang terorganisasikan untuk menghasut para pemuda
kita agar memberontak terhadap agama mereka, dan mencemooh semua warisan
sejarah Islam dan kebudayaannya sebagai warisan yang tidak berguna. Sasaran
yang hendak dicapainya adalah mencipta kekeliruan sebanyak-banyaknya dikalangan
pemuda-pemuda yang belum matang dan mudah ditipu itu dengan cara menanamkan
benih keraguan, sinisisme, dan skeptisisme .
D.
Adapun
tujuan-tujuan yang ingin mereka wujudkan adalah:
1.
Membuat
keraguan terhadap keabsahan alqur’an sebagai firman Allah
Para Orientalis mengatakan tentang humanismenya al Qur’an sehingga mereka berkesimpulan bahwa ia bukan besumber dari Allah, tapi merupakan ungkapan tentang lingkungan Arab yang dikarang oleh seorang Rasul .
Para Orientalis mengatakan tentang humanismenya al Qur’an sehingga mereka berkesimpulan bahwa ia bukan besumber dari Allah, tapi merupakan ungkapan tentang lingkungan Arab yang dikarang oleh seorang Rasul .
2.
Membuat
keraguan terhadap kebenaran ajaran nabi Muhammad
Upaya peraguan yang mereka lakukan mencakup masalah keabsahan hadis-hadis Nabi Muhammad, mereka mencari-cari alasan bahwa hadis Rasulullah mengandung dusta tanpa menghiraukan usaha keras yang dilakukan ulama-ulama kita dalam menyeleksi hadis-hadis yang sahih atau tidak .
Upaya peraguan yang mereka lakukan mencakup masalah keabsahan hadis-hadis Nabi Muhammad, mereka mencari-cari alasan bahwa hadis Rasulullah mengandung dusta tanpa menghiraukan usaha keras yang dilakukan ulama-ulama kita dalam menyeleksi hadis-hadis yang sahih atau tidak .
3.
Membuat
keraguan terhadap urgensi bahasa Arab sebagai bahasa yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan Tidak hayal lagi, bahwa bahasa Arab termasuk
salah satu bahasa dunia yang paling kaya kosa katanya, istilah-istilah
didalamnya, dan ia mampu berjalan seiring dengan kemajuan dan perkembangan ilmu
pengetahuan .
4.
Membuat
keraguan terhadap nilai fikih Islami yang asasi Para orientalis benar-benar
membuat kekeliruan ketika menelaah tentang kebebasan undang-undang fikih
tersebut. jadi mereka langsung saja menduga bahwa fikih yang luar biasa ini
bersumber dari undang-undang Romawi (Eropa) .
5.
Membuat
keraguan terhadap nilai peninggalan kebudayaan Islam dan ilmu pengetahuan yang
ditemukan oleh cendikiawan muslim Dalam pandangan mereka, Islam hanya bisa
berdiri terbengong dihadapan kemajuan manusia dan mencekik perjalanan hidup
ini. Padahal, sebagaimana kita ketahui Islam bukanlah agama yang mencekik
nilai-nilai akal dan Islam selalu mengajak orang untuk menggunakan akalnya .
6. Melemahkan jiwa ukhuwah Islamiyah antara sesama umat Islam
diberbagi Negara
Mereka menghembus isu-isu yang dapat mengakibatkan perang saudara. Demikian juga yang mereka lakukan dinegara-negara Islam dan secara terang-terangan menghalangi persatuan dan kekompakan ummat Islam dengan metode jahat yang ada pada pikiran mereka . Mereka pertama-tama menentukan obyek yang akan mereka kritik, lalu dengan segala kepandaian dan kecerdikan berfikir mereka, mereka tetapkan cara-cara membeberkannya. Sekalipun hal-hal yang mereka kemukakan itu bohong semata dan tak ada nilai sama sekali, mereka sajikan begitu rupa seakan-akan kejadian yang sebenarnya, sebab mereka tambahi dan bumbui. Lalu mereka tetapkan pandangan mereka tentang hal-hal tersebut yang tidak ada sama sekali dalam agama Islam, hanya keluar dari otak khayal mereka sendiri .
Tujuan akhirnya adalah untuk menggantikan fenomena-fenomena dan pemahaman-pemahaman yang membantu Islam, juga mengecilkan peran penting Islam serta efeknya dalam kehidupan perorangan, maupun masyarakat. Dalam waktu yang sama, pemikiran Barat, aturan-aturannya, dan kebudayaannya semakin mengental dan mengkristal dalam pemikiran umat Islam itu sendiri. Apabila tujuan diatas benar-benar membuahkan hasil yang baik dalam masyarakat Islam, sehingga sesat dari jalan yang benar, menjadi kacau balau, dan terjerat dalam suatu jaringan pemikiran Barat, maka umat Islam sendiri akan yang memusuhi Islam yang telah berhasil didirikan oleh musuh-musuhnya dengan perantaraan para orientalis maupun kelompok lainnya. Demikianlah, begitu mudah dan gampang bagi mereka untuk memerangi masyarakat Islam. Yaitu, dengan menghubungkannya dengan fenomena-fenomena dan prinsip-prinsip serta pemikiran-pemikiran Kafir Barat agar umat Islam benar-benar hidup dalam jeratan musuh-musuhnya.
Mereka menghembus isu-isu yang dapat mengakibatkan perang saudara. Demikian juga yang mereka lakukan dinegara-negara Islam dan secara terang-terangan menghalangi persatuan dan kekompakan ummat Islam dengan metode jahat yang ada pada pikiran mereka . Mereka pertama-tama menentukan obyek yang akan mereka kritik, lalu dengan segala kepandaian dan kecerdikan berfikir mereka, mereka tetapkan cara-cara membeberkannya. Sekalipun hal-hal yang mereka kemukakan itu bohong semata dan tak ada nilai sama sekali, mereka sajikan begitu rupa seakan-akan kejadian yang sebenarnya, sebab mereka tambahi dan bumbui. Lalu mereka tetapkan pandangan mereka tentang hal-hal tersebut yang tidak ada sama sekali dalam agama Islam, hanya keluar dari otak khayal mereka sendiri .
Tujuan akhirnya adalah untuk menggantikan fenomena-fenomena dan pemahaman-pemahaman yang membantu Islam, juga mengecilkan peran penting Islam serta efeknya dalam kehidupan perorangan, maupun masyarakat. Dalam waktu yang sama, pemikiran Barat, aturan-aturannya, dan kebudayaannya semakin mengental dan mengkristal dalam pemikiran umat Islam itu sendiri. Apabila tujuan diatas benar-benar membuahkan hasil yang baik dalam masyarakat Islam, sehingga sesat dari jalan yang benar, menjadi kacau balau, dan terjerat dalam suatu jaringan pemikiran Barat, maka umat Islam sendiri akan yang memusuhi Islam yang telah berhasil didirikan oleh musuh-musuhnya dengan perantaraan para orientalis maupun kelompok lainnya. Demikianlah, begitu mudah dan gampang bagi mereka untuk memerangi masyarakat Islam. Yaitu, dengan menghubungkannya dengan fenomena-fenomena dan prinsip-prinsip serta pemikiran-pemikiran Kafir Barat agar umat Islam benar-benar hidup dalam jeratan musuh-musuhnya.
Salah satu favorit
BalasHapusterima kasih semoga bermanfaat
BalasHapus