cerpen
Di langit, bulan sudah tak bersinar lagi,
hanya awan hitam tipis yang tampak berayun beriring. Ketika angin malam
berdesir mengusik rimbunan semak tua yang mengering. Sesekali terdengar sayup
jerit burung malam menyeruak membelah keheningan. Saat sejuk embun mulai
membasahi malam yang tengah terlelap. Gurat keheningan alam seketika lenyap
tatkala remang cahaya suluh membias dipekatnya malam.
Riuh lolongan anjing-anjing kampung
menyalak garang menyahut cacian gerombolan warga desa memaki seorang gadis cantik.
Suci, gadis malang yang menjadi korban kebringasan warga memelas memohon ampun.
Tatapan nanar mengiba Suci tak mampu meredam emosi para warga. Serempak warga
pun membantai Suci yang dituduh sebagai dukun santet di desa itu. Tendangan,
pukulan, sabetan dan tusukan benda tajam menghujam ke tubuh mulus Suci. Suci
tewas mengenaskan dengan mata terbelalak. Dan Suci pun bersumpah, “Di malam ini
… Malam Jum’at Kliwon, tanah ini saya kutuk selamanya!”
Dua paragrap di atas merupakan sekelumit
kisah awal dari film layar lebar yang berjudul “Malam Jum’at Kliwon” yang
dikutip khalifah dari http://www.indosinema.com.
Tak dapat dipungkiri bagi sebagian besar
penduduk Indonesia, khususnya masyarakat Jawa, malam jum’at kliwon memiliki
arti tersendiri. Penuh dengan keangkeran dan keramat. Sebuah malam yang
dijejali aroma mistis dan menyimpan berjuta misteri.
Entah siapa dan mengapa malam jum’at kliwon
begitu ditakuti dan dijadikan sebuah malam yang istimewa bagi seseorang atau
masyarakat yang meyakini bahwa malam itu memiliki makna tersendiri. Namun,
kebanyakan malam ini disalah artikan dan dipergunakan untuk hal-hal yang
bertentangan dengan syariat islam. Seperti ritual-ritual yang justru mengarah
kepada syirik dan pemujaan kepada setan atau iblis. Naudzubilahimindzalik
Dalam konteks inilah, banyak orang
mensalahartikan makna dan keistimewaan malam jum’at. Entah itu malam jum’at
kliwon atau malam jum’at dengan “pasaran” lainnnya.
Di antara hari-hari dalam satu minggu, hari
Jum’at memiliki nilai dan keutamaan tersendiri dalam ajaran Islam. Hari Jum’at,
banyak sekali tuntunan dan ajaran Islam yang layak kita ketahui. Pada hari itu
ada keutamaan-keutamaan yang tidak kita dapatkan pada hari yang lain. Pada hari
itu terdapat ibadah-ibadah yang jarang dilakukan pada hari lain.
Sayangnya, kemuliaan hari Jum’at sering
kali dinodai oleh sebagian orang atau kelompok tertentu dengan mengkhususkannya
dengan hal-hal yang tidak ada penjelasannya dalam Islam, bahkan melakukan
hal-hal yang dilarang Islam.
Oleh karena itu, di antara jaran Islam yang
semestinya diketahui setiap muslim adalah hal-hal yang berhubungan dengan hari
Jum’at. Agar jangan sampai kita salah memaknai hari Jum’at.
Namun, sebelum kita membahas keistimewaan
dan ibadah apasaja yang sering dilakukan pada hari jum’at, alangkah baiknya
kita ketahui terlebih dahulu alasan mengapa malam jum’at kliwon memiliki arti
tersendiri bagi sebagian orang.
Dalam numerologi jawa, hari dan pasaran memiliki nilai. Berikut nilai
hari dan pasaran jawa ;
Nama hari = Neptu ( nilai )
1. Ahad = 5
2. Senen = 4
3. Selasa = 3
4. Rabu = 7
5. Kamis = 8
6. Jum’at = 6
7. Sabtu = 9
Nama Pasaran Neptu (nilai )
1. Legi = 5
2. Paing = 9
3. Pon = 7
4. Wage = 4
5. Kliwon = 8
Dari nilai-nilai inilah kita akan melakukan perhitungan. Jum’at nilainya
adalah 6 dan kliwon nilainya 8. Kombinasi atau gabungan keduanya adalah 68.
Sesuai dengan urutan surah dalam Al Quran, surah ke-68 adalah Al Qalam (pena).
Ayat awal surah Al Qalam di awali dengan huruf Nun, “Nun, demi kalam dan
apa yang mereka tulis”. Sedangkan Nun adalah huruf ke-25. Menurut arti ‘ain,
‘ain ke-25 artinya lingkungan. Bila ditarik sebuah kesimpulan sederhana, malam
jum’at kliwon mengisyaratkan untuk kita meramaikan lingkungan dengan pena
(qalam). Artinya, menumbuh kembangkan lingkungan dengan senantiasa belajar
melalui perantaran pena. Sebagaimana dijelaskan pada surah Al ‘Alaq ayat 4,
“Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam”.
Setelah kita mengkombinasikan nilai jum’at dan kliwon atau 6 dan 8 yang
menjadi 68, sekarang kita mengkombinasikannya dengan jalan menjumlahkan kedua
angka tersebut, yaitu 6 + 8 = 14.
Surah ke-14 adalah Ibrahiim. Ada pelajaran
menarik yang dapat kita ambil hikmah dari Nabi Ibrahim. Sebagaimana disebutkan
dalam Al Quran, Ibrahim menolak penyembahan berhala dan berpegang teguh kepada
Allah semata, satu-satunya Tuhan yang sebenarnya. Dalam Al Quran, perjalanan
hidup Ibrahim digambarkan sebagai berikut :
Ketika malah telah menjadi gelap, dia
melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: “Inilah Tuhanku”. Tetapi tatkala
bintang itu tenggelam dia berkata: “Saya tidak suka kepada yang tenggelam”.
Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah Tuhanku”. Tetapi
setelah bulan itu terbenam dia berkata : “Sesungguhnya jika Tuhnaku tidak
memberikan petunjuk kepadakum pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat”.
Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: “Inilah tuhanku, ini
lebih besar”, maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata : “Hai
kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan
bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk
orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
(QS. Al An’an: 76-79).
Setiap manusia memiliki caranya masing-masing dalam rangka mencari dan
mendekatkan diri kepada Allah Azza wa jalla. Proses pencarian Tuhan yang
dilakukan Nabi Ibrahim mengajarkan kepada manusia bahwa ada kekuatan maha
dahsyat yang mengatur semua ini.
Kaitan dengan jum’at kliwon, kadang kala dipamahi secara salah. Mereka
justru melakukan hal-hal yang tidak masuk akal dan mengerjakan sebuah dosa yang
tidak diampuni. Hal ini tergambar dalam surah Al An’am ayat 74-75, “ Dan
(ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Aazar: “Pantaskah kamu
menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan?. Sesungguhnya aku melihat kamu
dan kaummu dalam kesesatan yang nyata. Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada
Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdpat) di langit dan di bumi, dan
(Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang-orang yang yakin.
Nyatanya, justru malam jumat kliwon dipahami secara berbeda dan
dijadikan malam keramat yang identik dengan bermunculannya setan, hantu atau
apalah sebutannya.
Well, di sisi lain, antara surah Al Qalam dan Ibrahiim memiliki
kesamaan. Kesamaan yang dimaksud adalah kedua surah itu memiliki jumlah ayat
yang sama, yaitu 52 ayat. Adanya kesamaan ini, khalifah bukan melihat sebuah
kebetulan, tapi memiliki tujuan.
Allah menciptakan segala sesuatu serba berpasang-pasangan. Begitu juga
dengan surah dalam Al Quran. Misal, surah ke-1 berpasangan dengan surah ke-114,
surah ke-2 dengan surah ke-113, surah ke-3 dengan surah ke-112 dan seterusnya.
Bila dicermati, nilai pasangan itu adalah 115 (1 dan 114, 2 dan 113, 3 dan 112
dan seterusnya).
Al Qalam adalah surah ke-68, maka
pasangannya adalah surah ke-47. Jadi, pasangan surah Al Qalam adalah surah
Muhammad (surah ke-47).
Sebelumnya kita mendapati surah Ibrahiim,
kali ini kita bertemu dengan surah Muhammad. Kedua surah ini juga memiliki
“keseimbangan” tersendiri. Sebagaimana ketika kita mengucapkan tasyadud atau
takhiyat dalam shalat, Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahiim kita ucapkan.
Setelah meneladani Nabi Ibrahim, kini ada
“perintah” baru untuk mengikuti jejak Nabi Muhammad. Sudah diketahui bersama
bahwa Rasulullah adalah Al Quran yang berjalan. Artinya, selain mengikuti sunah
juga menjalankan apa yang diperintahkan dan menjahui apa saja yang dilarang dan
diharaman dalam Al Quran.
Tak lengkap rasanya bila kita tidak mengkaji juga dari sisi lainnya.
Yang dimaksud sisi lainnya adalah bahwa malam jum’at kliwon sama dengan kamis
malam dengan pasaran harinya kliwon. Nah, kamis juga memiliki nilai, yaitu 8.
Jadi nilai keseluruhannya adalah 88 (kamis = 8 dan kliwon =8).
Surah ke-88 adalah Al Ghasyiyah (hari pembalasan) dengan jumlah ayatnya
26. Menariknya, jika nomer surah dijumlahkan dengan total ayatnya, maka hasilnya
adalah 114. Seperti kita tahu bahwa jumlah surah dalam Al Quran adalah 114
surah.
Artinya, selain meramaikan lingkungan dengan senantiasa belajar, pada
penjelasan ini semakin dilengkapi, yaitu belajar atau mempelajari Al Quran.
Sering kita amati, tidak sedikit umat muslim yang memiliki aktivitas
khusus pada malam jum’at, yaitu membaca surah Yaasiin. Atau yang lebih akrab
dengan sebutan Yasinan. Sebenarnya, budaya Yasinan ini juga mengarah pada hal
yang sama. Begini penjelasannya.
Jumlah ayat Al Quran adalah 6236 (bukan 6666). Nah, bila angka 6236
dibagi menjadi dua bagian (bukan dibagi dua), maka kita akan mendapatkan angka
62 dan 36. Sekarang rujuk kedua angka itu menjadi urutan surah Al Quran. Surah
ke-62 adalah Al Jumu’ah dan surah ke-36 adalah Yaasiin.
Melihat hal ini kita mengambil mudahnya, yaitu malam jum’at membaca
Yaasiin. Mungkin saja isyarahnya tidak semudah atau sesederhana itu. Makna
lainnya adalah membaca Al Quran 6236 ayat atau mudahnya bertadarus.
Memang, Allah menciptakan semua hari dengan keistimewaan masing-masing.
Salah satunya adalah hari jum’at. Dengan keistimewaan yang dimiliki hendaknya
kita mengisi hari itu dengan ibadah dan hal-hal yang pernah dicontohkan oleh
Rasulullah.
Penjelasan singkat ini perupaya mengajak
pembaca untuk memahami sesuatu secara menyeluruh sehingga mendapatkan hikmah
dan tidak terjebak pada hal-hal yang justru menjauhkan kita dari Allah. Bukan
melakukan ritual yang keluar dari syariat dan menghamba kepada setan atau
sebangsanya.
Allahumma waffiqna. Wallahua’lam
Komentar
Posting Komentar