KARYA SASTRA ARAB BERSERTA KRITIKNYA



KARYA SASTRA ARAB BERSERTA KRITIKNYA

TUGAS AKHIR SEMISTER

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Naqd Al-adab
yang dibimbing oleh Abdur Rosyid M. Pd





oleh:
Ainul Yaqin                                        (U20153014)

PRODI BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS USHULUDIN, ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
DESEMBER 2017


KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. yang senantiasa melimpahkan rahmat , taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Sebagai pembawa kabar bagi umat yang bertaqwa.
Makalah yang berjudul Karya Sastra Arab Berserta Kritiknya ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Naqd Al-Adab. Dalam penulisan Tugas UAS ini, penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.    Bapak Abdu Rosyid M.Pd  selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan motivasi dalam penyusunan makalah ini. Dan
2.    Teman-teman kelas BSA yang telah memberikan saran dan motivasi kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tuas UAS ini masih belum sempurna dan banyak kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya, mudah-mudahan Tugas UAS ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada umumnya dan khususnya dalam pengembangan ilmu pendidikan islam.


Jember, 16 Desember  2017


Penulis




DAFTAR ISI
COVER................................................................................     i
KATA PENGANTAR.........................................................     ii
DAFTAR ISI........................................................................     iii
1.Karya Syiir عبد الله بن زهير...........................................     1
2.Karya Syi’ir عمر بي ابي ربيعة........................................     4
3.Karya Syiir كعب بن زهير...........................................     6
4.Karya Syi’ir بجير بن زهير بن كعب .............................    9
5.Karya Syi’ir  ابو علي الحسن بن حني الحكمي..........................     11
DAFTAR PUSTAKA..........................................................     14
















Di bawah ini adalah merupakan tokoh-tokoh sastrawan Arab ada yang masa Jahiliyah dan ada yang masa Syodrul Islam
1.    Karya Syiir عبد الله بن زهير
رحم الله نافع بن بديل # رحمة المبتغي ثواب الجهاد
صابر صادق وفي، إذا ما # أكثر القوم قال قول السداد
Setelah membaca karya sastra dari Abdullah bin Rowahah yang berkenaan dengan syiir ratapa terhadap anaknya spaya memperoleh pahala seperti pahalanya orang yang jihad, sehingga menurut kami bahwa itu sangat bagus dan memang harus seperti itu demi semangatnya untuk melakukan sesuatu apapun, pantas dan wajar Abdullah bin rowahah mengatakan seperti itu.
Kalau dari segi fannya atau keindahannya dua kalimat di atas sungguh kurang pas dan lumayan sulit untuk mencarikan lagu yang pas terhadap dua bait itu, maka dari itu kalu menurut saya pribadi gunakanlah wazan arud yang gampang dan tidak membingungkan agar terlihat lebih bagus, atau tidak masalah menggunakan bahar yang jarang digunakan akan tetapi haruslah diberi tahukan supaya enak dalam mencari wazan dalam pelajaran bahar.

a.    Biografi Adbullah Bin Rowahah
Dia adalah Ibnu Tsa’labah bin Imri‘ Al Qais bin Tsa’labah. Dia adalah sosok pemimpin yang bahagia dan meninggal sebagai syuhada‘. Ia bernama Abu Amr Al Anshari Al Khazraji Al Badri An-Naqib Asy-Sya’ir.
Dia termasuk pejuang perang Badar dan Aqabah. Dia dijuluki Abu Muhammad dan Abu Rawahah. Dia tidak memiliki keturunan. Dia adalah paman Nu’man bin Basyir, termasuk juru tulis dari kaum Anshar.
Nabi SAW pernah mengutusnya bersama pasukan yang terdiri dari tiga puluh pasukan berkuda untuk menemui Usair bin Rizam, seorang pria keturunan Yahudi di Khaibar, dan dia berhasil membunuhnya. Qutaibah berkata, “Ibnu Rawahah dan Abu Ad-Darda` adalah saudara seibu.” Abu Ad-Darda` berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah SAW dalam sebuah perjalanan pada hari yang sangat panas. Pada waktu itu tidak ada di antara kami yang berpuasa kecuali Rasulullah SAW dan Abdullah bin Rawahah.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abu Laila, dia berkata: Ketika seorang pria menikahi mantan istri Ibnu Rawahah, pria itu berkata kepadanya, “Tahukah kamu alasanku menikahimu? Yaitu agar kamu menceritakan kepadaku semua yang dilakukan oleh Abdullah di rumahnya.” Mantan istrinya kemudian menceritakan sesuatu yang aku tidak hafal selain perkataannya, “Setiap kali Abdullah keluar dari rumahnya, dia shalat dua rakaat, dan jika datang dia juga shalat dua rakaat. Dia tidak pernah meninggalkan kebiasaan itu selamanya.”
Ibnu Sirin berkata, “Di antara penyair Rasulullah SAW adalah Abdullah bin Rawahah, Hassan bin Tsabit, dan Ka’ab bin Malik.”
Ada yang mengatakan bahwa ketika Nabi SAW menyiapkan tiga orang pemimpin untuk perang Mu’tah, beliau sempat berkata, “Pemimpinnya adalah Zaid. Jika dia gugur maka diganti oleh Ja’far, dan jika dia juga gugur maka diganti oleh Ibnu Rawahah.” Ketika keduanya terbunuh, Ibnu Rawahah sangat marah, ia berkata,
Aku bersumpah wahai jiwa, kau pasti memasukinya
Baik senang maupun tidak senang
Sudah lama kau merasa tenang
Tapi kenapa aku melihatmu membenci surga
Diriwayatkan dari Anas, dia berkata, “Nabi SAW pernah masuk Makkah untuk meng-qadha umrah. Pada saat itu Ibnu Rawahah yang berada di sampingnya berkata, 
Hadanglah jalan keturunan orang-orang kafir
Hari ini, kami akan menyerang kalian untuk menurunkannya
Dengan serangan yang menghilangkan kesedihan dari penderitaan
Dan membuat teman lupa kepada temannya sendiri
Setelah itu Umar berkata, “Wahai Ibnu Rawahah, di tanah kemuliaan Allah dan di sisi Rasulullah SAW engkau melantunkan syair?!” Nabi SAW bersabda, “Biarkan saja wahai Umar, karena perkataannya ini dapat menembusi tubuh mereka lebih cepat dari melesatnya anak panah.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Demi Dzat yang jiwaku berada di dalam kekuasaan-Nya, perkataannya ini dapat menembus tubuh mereka lebih dahsyat daripada lesatan anak panah.” 
At-Tirmidzi berkata, “Diriwayatkan dalam riwayat lain bahwa Nabi SAW masuk kota Makkah pada waktu peristiwa Umratul Qadha`. Ka’ab juga berkata seperti itu.”
Dia berkata, “Riwayat ini lebih shahih menurut ulama, karena Ibnu Rawahah terbunuh saat perang Mut’ah, sedangkan peristiwa Umratul Qadha terjadi setelahnya.”
Menurut aku, pernyataan itu tidak benar, bahkan perang Mut’ah terjadi enam bulan setelah Umratul Qadha.
Abdul Aziz bin Akhul Majisyun berkata: Kami mendapat kabar bahwa Abdullah bin Rawahah mempunyai seorang budak perempuan yang dirahasiakan dari keluarganya. Pada suatu hari, istrinya melihatnya sedang berduaan dengan wanita tersebut, maka istrinya berkata, “Apakah kamu lebih memilih budak perempuanmu daripada istrimu yang merdeka?” Namun dia kemudian menyangkalnya. Sang istri lalu berkata, “Jika kamu orang yang jujur maka bacalah satu ayat Al Qur`an.”  Abdullah pun berkata, Aku bersaksi bahwa janji Allah itu benar Dan neraka adalah tempatnya orang-orang kafir Mendengar itu, istrinya berkata, “Tambahlah satu ayat lagi!” Dia berkata,
Sesungguhnya Arsy itu terapung di atas air 
dan diatasnya adalah Tuhan semesta alam,
Arsy itu dibawa oleh para malaikat mulia
Malaikat Tuhan yang selalu mendekatkan diri kepada-Nya
Setelah itu sang istri berkata, “Aku beriman kepada Allah dan mendustakan pandangan mataku.” Dia lalu mendatangi Rasulullah SAW dan menceritakan masalah itu kepada beliau hingga membuat beliau tertawa. Beliau tidak menegurnya.
b.   Psikologisnya
Dalam penciptaan syair itu memang Abdullah bin Rowahan itu dalam keadaanya yang tertekan dalam peperangan sehingga beliau memberikan arahan terhadap pasukannya agar tetap terus semangat dalam menjalaninya dan terus maju pantang menyerah.

2.    Karya Syi’ir عمر بي ابي ربيعة
فأنت وبيت الله همي وبنيتي # وكبر منانا من فصيح وأعجم
فوالله ما أحببت حبك أيما # ولاذات بعل ياهنيدة فاعلمي
فصدت واقالت كاذب وتجهمت # فنفسي فداء المعرض المتجهم
وايقنت أن الطرف قد قال مرحبا # واهلا وسهلا بالحبيب المتيم
Dari syiir di atas ketika mencari-cari bahar yang cocok buat lagu itu yaitu bahar itu adalah bahar bashit بحر بسيط   yaitu wazan yang ke-3 yang mana wazannya adalah
مُسْتَفْعِلُنْ فَاعِلُنْ مُسْتَفْعِلُنْ فَاعِلُنْ # مُسْتَفْعِلُنْ فَاعِلُنْ مُسْتَفْعِلُنْ فَاعِلُنْ
اِنَّ البَسِيْطَ لَدَيْهِ يُصْفَقُ الْأَمَلُ # مُسْتَفْعِلُنْ فَاعِلُنْ مُسْتَفْعِلُنْ فَاعِلُنْ
هُوَ الْحَبِيْبُ الَّذِيْ تُرْجَى شَفَاعَتُهُ # لِكُلِّ هَوْلٍ مِنَ الْاَهْوَالِ مُفْتَحِمِ
Jadi syair punya عمر بي ابي ربيعة itu adalah wazan dan mauzunnya seperti di atas itu.


a.    Biografinya
Umar ibn Abi Rabi’ah Nama lengkapnya yaitu Abu al khatob Umar ibn Abdillah ibn Abi Rabi’ah al Quraisy al Makhzumi. Seorang penyair quraisy dan salah seorang penyair ghazal atau puisi cinta dengan bentuk yang vulgar diciptakan oleh penyairnya secara eksplisit, yang khusus menggambarkan tentang keadaan perempuan. Ia melukiskan kisah cinta yang manis, pertemuan, dan kebersamaan dengan kata-kata yang jelas dan tidak menyembunyikan fakta cerita dalam ketaklangsungan ekspresi puisi. Umar ibnu rabiah lahir pada tahun 23 hijriyah bertepatan dengan tahun 644 miladiyah di madinah, dilahirkan pada malam wafatnya Sayyidina Umar ibn Khatab. Dia berasal dari keluarga kaya terkemuka sehingga tidak perlu untuk bekerja keras dalam kehidupannya yang memudahkannya untuk berfoya-foya, pergi ketempat hiburan dan bisa tour ke beberapa tempat seperti madinah, Iraq, iran dan yaman. Umar wafat di yaman pada tahun 93 hijriyah atau 7111 miladiyah. Dikatakan bahwa umar menghabiskan setengah dari kehidupannya untuk bertaubat, tidak lagi berfoya-foya, tidak main wanita. Gaya bahasa dalam puisi umar kebanyakan bersifat naratif atau qisos, sebagian narasinya memang berasal dari realita dan kadang palsu. Umar biasanya berbicara tentang dirinya dan perempuan yang disukainya atau menjadikan para wanita seolah-olah mereka membicarakannya karena mereka suka kepadanya. Semua itu dilakukan dengan ungkapan-ungkapan yang mengandung kefasihan dan dengan susunan bahasa yang penuh keindahan, sehingga puisinya sangat sesuai untuk dijadikan nyanyian. Umar menciptakan puisi cinta yang belum pernah diciptakan para penyair sebelumnya, karena dia menciptakan puisi itu sebagai kreasi yang utuh dan bebas tidak dicampuri dengan puisi lain seperti puisi politik dan lain-lain sebagaimana penyair masa jahilayah lakukan, yang menjadikan puisi cinta sebagai pembuka puisi-puisinya. Pada suatu ketika Umar Ibnu Rabiah mengunjungi Damuskus dia berjumpa dengan Sulaiman Bin Abdul Malik (sebelum menjadi Khalifah), dia meminta Umar untuk membuatkan puisi Pujian sebagaimana para penyair lainnya, lantas umar berkata: (أنا لا أمدح إلا النساء), saya tidak membuat puisi pujian kecuali untuk memuji perempuan.
Hal yang baru pada Syair Umar Ibnu Rabiah Umar terkenal dengan Puisi ghazalnya dan Kebanyakan puisi Umar terdiri dari puisi Ghazal yang bentuknya sangat eksplisit atau Shorih, diungkapkan dalam bentuk hiwari, akan tetapi bukan karena dia yang pertama kali memiliki kreasi seperti itu, bahkan pada zaman jahiliyah sudah banyak yang menghasilkan puisi-puisi cinta seperti Umrul Qais, Khonsa dan lainnya, namun Umar Ibnu rabiah menjadikan puisi cinta itu sebagai puisi yang utuh dan memperbanyaknya sehingga terbentuk dalam satu diwan yang terdiri dari puisi cinta yang utuh. Umar tidak menjadikan puisinya sebagai wasilah mencari nafkah seperti yang dilakukan oleh beberapa penyair jahiliyah dan penyair pada masanya, sehingga bisa disimpulkan bahwa puisi Umar mengandung hal baru namun tetap dalam bentuk lama seperti halnya puisi cinta masa jahiliyah.

b.   Psikologisnya
Latar belakang syiir itu adalah tentang هزل yaitu pujian-pujian terhadap seorang perempuan yang memang pada masa jahiliyah itu sangat berlomba-lomba dalam penciptaan karya yang menunjukan tentang pujian –puujian terhadap seorang perempuan, karena saat itu perempuan mempunyai nilai tinggi dan mulia dalam kehidupan mereka.

3.    Karya Syiir كعب بن زهير
ألا ابلغ عني بجيرا رسالة # فهل لك فما قلت ويحك هلكا
سقاك بها المأمون كأسا روية # فأنهلك المأمون منها وعلكا
بانت سعاد فقلبي اليوم متبول # متيم إثرها لم يفد مكبو ل
ان الرسول لسيف يستضاء به # مهند بسيف من سيوف الله مسلول

Melihat dari karya sastra miliknya zuhair sungguh sangatlah indah dan bagus di dua bait tersebut, karena menilat dari sisi emperiknya maka itu bagus dikarenakan antara bait pertama dan kedua itu memiliki huruf akhiran yaitu  ة dan yang satunya yaitu كا  juga harkatnya juga pun demikian, sehingga memiliki nilai estetis yang luar biasa.
Berbeda dengan dua bait setelahnya ini menurut saya itu kurang bagus dalam segi pandangan sebelah mata, karena antara dua bait itu yang tidak sama yaitu bait terkahir yang mana separuh dari bait itu di akhir dengan ه  (ha) sedangkan dibagian yang lainnya itu diakhiri dengan ل   semua jadi seandainya itu juga di akhiri dengan ل  maka sangatlah indah pula.

a.    Biografinya
Nama lengkapnya adalah Zuhair bin Abi Sulma bin Rabi'ah bin Rayyah al-Muzani. Ayahnya bernama Rabi'ah yang berasal dari kabilah Muzainah. Pada zaman Jahiliyyah kabilah ini hidup berdekatan dengan kabilah bani Abdullah Ghatafaniyyah yang menghuni di daerah Hajir, Nejed, sebelah timur kota Madinah. Kabilah ini juga bertetangga dengan kabilah Bani Murrah bin Auf bin Saad bin Zubyan. Ia adalah salah seorang dari tiga serangkai dari penyair Jahiliyyah setelah Umru al-Qais dan An-Nabighah az-Zibyani. Penyair ini amat terkenal karena kesopanan kata-kata puisinya. Pemikirannya banyak mengandung hikmah dan nasehat. Sehingga banyak orang yang menjadikan puisi-puisinya itu sebagai contoh hikmah dan nasehat yang bijaksana.
Rabi'ah bersama isteri dan anak-anaknya tinggal dalam lingkungan kabilah Bani Murrah (kabilah Zubyan) dan kabilah Bani Abdullah Ghatafaniyyah. Setelah ayahnya meninggal, ibunya menikah lagi dengan Aus bin Hujr, seorang penyair terkenal dari Bani Tamim. Sementara Zuhair dan saudara-saudaranya, Sulma dan al-Khansa`, diasuh oleh Basyamah bin al-Ghadir, paman mereka yang juga seorang penyair. Dengan demikian Zuhair adalah keturunan kabilah Muzainah yang dibesarkan di tengah-tengah kabilah Bani Ghatafaniyyah.

b.   PSIKOLOGNYA
Zuhair dibesarkan dalam keluarga penyair dan sejak kecil ia belajar puisi dari pamannya sendiri yang bernama Basyamah bin al-Ghadir dan Aus bin Hujur. Basyamah termasuk tokoh Arab Jahiliyyah yang terhormat, kaya-raya, dan sangat dihormati oleh kaumnya. Di samping sebagai penyair, Basyamah juga seorang yang cerdas dan memiliki pendirian yang lurus, dia menjadi tempat bertanya kaumnya dalam menghadapi berbagai persoalan. Ketika ia meninggal dunia, seluruh hartanya diwariskan kepada keluarganya termasuk kepada Zuhair. Disamping mendapatkan harta warisan, Zuhair juga mendapatkan warisan kemampuan berpuisi dan kemuliaan akhlak yang diajarkan Basyamah.
Zuhair bin Abi Sulma, tumbuh dan besar dalam lingkungan keluarga penyair. Rabi'ah ayahnya, Aus bin Hujr ayah tirinya, dan Basyamah pamannya, mereka ada para penyair, dan saudaranya Sulma dan al-Khansa`, mereka berdua juga penyair. Oleh karena itulah ia sudah terkenal pandai berpuisi sejak kecil. Selain terkenal akan bakat puisi yang dimilikinya sejak kecil, ia juga disenangi oleh seluruh kaumnya akan budi pekertinya yang luhur, sehingga setiap pendapat yang dikeluarkannya selalu diterima baik oleh kaumnya.
Zuhair menikah dengan dua orang wanita, pertama dengan Ummu Aufa, yang banyak disebut-sebut dalam puisinya, termasuk dalam mu'allaqat-nya. Kehidupan rumah tangganya bersama Ummu Aufa kurang bahagia, dan itu terjadi setelah Ummu Aufa melahirkan anak-anaknya yang kesemuanya meninggal dunia, lalu ia pun menceraikannya. Setelah itu ia menikah lagi dengan Kabsyah binti ‘Amr al-Ghatafaniyyah, dan dari isteri keduanya ini lahirlah putera-puteranya, yaitu Ka'ab, Bujair, dan Salim. Salim meninggal dunia ketika Zuhair masih hidup, sehingga banyak dari puisinya yang menggambarkan ratapannya terhadap kematian anaknya itu. Sedangkan Ka'ab dan Bujair, keduanya hidup sampai datangnya masa Islam, dan mereka berdua masuk Islam dan juga menjadi penyair yang terkenal.

4.    Karya Syi’ir بجير بن زهير بن كعب
نحن وردنا خيبرا وفروضه # بكل فتى عاري الأشاجع مذود
جواد لدى الغايات لاواهن القوى # جريء على الاعداء في كل مشهد
Setelah dibaca dan dipahami bahwa syi’ir itu merupakan syiir yang berkaitan dengan peperangan yang di khoibar jadi memang kedua syiir ini tidak jumlah hurufnya tidak sama dengan yang kedua yang separuh pertama itu jumlahnya ada 19 sedangkan separuh yang kedua jumlahnya 25 huruf, jadi ketika tidak sama sperti itu mempengaruhi terhadap arud yang gunakan atau ketika melagukannya agak bermasalah.

a.    Biografinya
Bujair bin Zuhair dan Ka'ab bin Zuhair bin Abi Sulma al Muzanni adalah dua bersaudara, mereka berangkat ke Madinah untuk menemui Nabi SAW. Ketika sampai di al Azzaf, sumber air Bani Asad, Bujair menyuruh Ka'ab menunggu di suatu peternakan di tempat itu sementara ia akan menemui Nabi SAW. Setelah bertemu dengan Nabi SAW dan mendengar risalah yang beliau bawa, Bujair langsung memeluk Islam. 
Berita keislaman Bujair ternyata telah sampai kepada Ka'ab sebelum Bujair sendiri menyampaikannya. Ka'ab marah sekali karena saudaranya itu berpindah agama. Ia adalah seorang penyair, karena itu ia menyusun suatu syair sebagai ekspresi kemarahannya, dan menganggap Rasulullah SAW sebagai penyebabnya. Isi syair tersebut cukup melukai perasaan Nabi SAW, sehingga ketika mendengarnya, beliaupun menghalalkan darah Ka'ab. Artinya, para sahabat yang bertemu dengannya, diijinkan untuk membunuhnya. Bujair yang masih tinggal bersama Rasulullah SAW untuk memperdalam keislamannya, segera saja menulis surat kepada Ka'ab tentang perintah beliau itu, akhirnya ia berkata dalam suratnya, "Selamatkanlah dirimu, tetapi aku tidak menganjurkan engkau untuk melarikan diri…"
Beberapa waktu kemudian Bujair menulis surat lagi kepada Ka'ab. Kali ini ia menceritakan tentang Islam, kemudian di akhir suratnya ia berkata, "Tidak seorangpun menemui Nabi SAW kemudian ia bersyahadat memeluk Islam,
melainkan persaksiannya itu akan diterima oleh beliau. Karena itu, setelah menerima suratini, terimalah Islam dan masuklah ke dalam Islam."  Ka'abpun memenuhi saran saudaranya. Ia menunggangi kendaraannya menuju Madinah, menambatkannya di luar masjid dan masuk ke dalam mendekati Nabi SAW. Ketika itu Nabi SAW dan sahabat-sahabatnya dalam suatu kumpulan dengan hidangan yang tersedia. Setelah berhadapan, Ka'ab mengucap salam dan menyatakan keislaman dengan bersyahadat, kemudian memohon perlindungan keselamatan atas dirinya, tanpa memperkenalkan dirinya terlebih dahulu.
Nabi SAW menerima persaksian keislamannya dan memenuhi permintaannya, kemudian beliau bersabda, “Siapakah dirimu ini?”  "Saya adalah Ka'ab bin Zuhair." Kata Ka'ab. Nabi SAW tersenyum melihat ‘siasat’ yang dilakukannya, dan beliau berkata, "Engkau yang mengatakan dalam syair…..." Kemudian Nabi SAW meminta Abu Bakar untuk membaca syair tersebut.
Ka'ab membenarkan, tetapi juga meralat adanya bagian yang dirubah sehingga terkesan sangat meremehkan Nabi SAW. Sekali lagi Ka'ab meminta maaf kepada Nabi SAW, kemudian melantunkan syair lain yang isi memuji dan menyanjung Nabi SAW dan agama Islam, sehingga Nabi SAW menjadi senang. Dua orang bersaudara ini bersama kembali, kali ini untuk memperdalam dan memperbaiki keislamannya, di sisi manusia terbaik, Rasulullah SAW.
b.   PSIKOLOGISNYA
Dalam penciptaan puisi di atas adalah penggambaran tentang kesemangatan, karena bujair adeknya kaab itu telah datang menghadap Rasullah dan itu kaab mendengarkan sebelum adek sendiri yang menyampaikan, sehingga terjadilah ucapan-ucapan itu sendiri.

5.    Karya Syi’ir  ابو علي الحسن بن حني الحكميAbu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami
الهي لست للفردوس اهلا # ولا اقوى على نار الجهيمي
فهب لي توبة واغفر ذنوبي # فإنك غافر الذنب العظيمي
Dari segi baharnya dua syiir ini adalah bahar wafir shoheh وافر صحيح   yaitu yang hufuf dan arudnya kemasukan zihab huben yang wazannya adalah
مُفَاعَلَتُنْ مُفَاعَلَتُنْ فَعُوْلُنْ # مُفَاعَلَتُنْ مُفَاعَلَتُنْ فَعُوْلُنْ
Jika dari segi lafadnya huruf akhirnya memang tidak sama jadi kurang menghasilkan keindahan sama sekali, karena terkesan amburadul.
a.   Biografinya
Abu Ali al-Hasan bin Hani al-Hakami. Dia dilahirkan pada 145 H (747 M ) di kotaAhvazdi negeri Persia(Iransekarang), dengan darah dari ayah Arab dan ibu Persiamengalir di tubuhnya. Ayahnya, Hani al-Hakam, merupakan anggota legiun militer Marwan II. Sementara ibunya bernama Jalban, wanita Persiayang bekerja sebagai pencuci kain wol. Sejak kecil ia sudah yatim. Sang ibu kemudian membawanya ke Bashrah, Irak. Di kotainilah Abu Nawas belajar berbagai ilmu pengetahuan. Masa mudanya penuh perilaku kontroversial yang membuat Abu Nawas tampil sebagai tokoh yang unik dalam khazanah sastra Arab Islam. Meski begitu, sajak-sajaknya juga sarat dengan nilai sprirtual, di samping cita rasa kemanusiaan dan keadilan. Abu Nawas belajar sastra Arab kepada Abu Zaid al-Anshari dan Abu Ubaidah. Ia juga belajar Al-Quran kepada Ya’qub al-Hadrami. Sementara dalam Ilmu Hadis, ia belajar kepada Abu Walid bin Ziyad, Muktamir bin Sulaiman, Yahya bin Said al-Qattan, dan Azhar bin Sa’ad as-Samman. Pertemuannya dengan penyair dari Kufah, Walibah bin Habab al-Asadi, telah memperhalus gaya bahasanya dan membawanya ke puncak kesusastraan Arab. Walibah sangat tertarik pada bakat Abu Nawas yang kemudian membawanya kembali ke Ahwaz, lalu ke Kufah. Di Kufah bakat Abu Nawas digembleng. Ahmar menyuruh Abu Nawas berdiam di pedalaman, hidup bersama orang-orang Arab Badui untuk memperdalam dan memperhalus bahasa Arab.
Kemudian ia pindah ke Baghdad. Di pusat peradaban Dinasti Abbasyiah inilah ia berkumpul dengan para penyair. Berkat kehebatannya menulis puisi, Abu Nawas dapat berkenalan dengan para bangsawan. Namun karena kedekatannya dengan para bangsawan inilah puisi-puisinya pada masa itu berubah, yakni cenderung memuja dan menjilat penguasa.
Dalam Al-Wasith fil Adabil ‘Arabi wa Tarikhihi, Abu Nawas digambarkan sebagai penyair multivisi, penuh canda, berlidah tajam, pengkhayal ulung, dan tokoh terkemuka sastrawan angkatan baru. Namun sayang, karya-karya ilmiahnya justru jarang dikenal di dunia intelektual. Ia hanya dipandang sebagai orang yang suka bertingkah lucu dan tidak lazim. Kepandaiannya menulis puisi menarik perhatian Khalifah Harun al-Rasyid. Melalui musikus istana, Ishaq al-Wawsuli, Abu Nawas dipanggil untuk menjadi penyair istana (sya’irul bilad). Sikapnya yang jenaka menjadikan perjalanan hidupnya benar-benar penuh warna. Kegemarannya bermain kata-kata dengan selera humor yang tinggi seakan menjadi legenda tersendiri dalam khazanah peradaban dunia. Kedekatannya dengan kekuasaan juga pernah menjerumuskannya ke dalam penjara. Pasalnya, suatu ketika Abu Nawas membaca puisi Kafilah Bani Mudhar yang dianggap menyinggung Khalifah. Tentu saja Khalifah murka, lantas memenjarakannya. Setelah bebas, ia berpaling dari Khalifah dan mengabdi kepada Perdana Menteri Barmak. Ia meninggalkan Baghdad setelah keluarga Barmak jatuh pada tahun 803 M. Setelah itu ia pergi ke Mesir dan menggubah puisi untuk Gubernur Mesir, Khasib bin Abdul Hamid al-Ajami. Tetapi, ia kembali lagi ke Baghdad setelah Harun al-Rasyid meninggal dan digantikan oleh Al-Amin.
Sejak mendekam di penjara, syair-syair Abu Nawas berubah, menjadi religius. Jika sebelumnya ia sangat pongah dengan kehidupan duniawi yang penuh glamor dan hura-hura, kini ia lebih pasrah kepada kekuasaan Allah. Dua bait syair di atas merupakan salah satu syairnya yang dapat dipahami sebagai salah satu ungkapan rasa spiritual yang dalam.
Memang, pencapaiannya dalam menulis puisi diilhami kegemarannya melakukan maksiat. Tetapi, justru di jalan gelap itulah, Abu Nawas menemukan nilai-nilai ketuhanan. Sajak-sajak tobatnya bisa ditafisrkan sebagai jalan panjang menuju Tuhan. Meski dekat dengan Sultan Harun al-Rasyid, Abu Nawas tak selamanya hidup dalam kegemerlapan duniawi. Ia pernah hidup dalam kegelapan – tetapi yang justru membawa keberkahan tersendiri.
Abu nawas adalah salah seoraang penyair arab. Dalam bidang sastra arab dia sangat dihormati oleh kalangan terpelajar, terutama pelajar dari perancis. Dia termasuk salah seorang tokoh penyair mazhab baru pilihan kritikus sastra Arab bahkan disejajarkan dengan penyair modern seperti Imru’ al-Qays dan al-Qudami.
Pada masa awal pemerintahan Abbasiyah, orang-orang Arab membuka kesempatan kepada penduduk negara taklukan yang menguasai bahasa dan memiliki bakat dalam bidang syair untuk menerjuni dunia kepenyairan.Bentuk-bentuk syair lama tidak mereka tinggalkan, bahkan digabungkan dengan bentuk syair yang makna dan bangunan sastranya paling realistis.Mereka tidak mengikuti aturan pembuatan kasidah yang panjang, tangisan panjang, atau melukiskan unta dan lain-lain pada zaman Badui.Mereka melakukan pembaruan dalam makna dan bentuknya yang paling sesuai dengan zaman itu.Pertarungan tradisi sperti itu dimenangkan oleh para penyair beraliran modern, seperti Basyar ibn Burd, Abu Nawas, dan Ibn al-Rumi secara khusus.
Abu Nawas dibesarkan di kota Basrah.Setelah berbaur dengan orang Arab asli, dia dapat berbicara bahasa Arab dengan fasih.Dalam hal ini, al-Jahizh sampai mengatakan “Aku belum pernah mengenal seseorang yang sangat pandai dalam bahasa Arab melebihi Abu Nawas.Dialeknya pun sangat fasih, enak didengar, dan tidak pernah memakai kata-kata yang rancu, yang tidak enak didengar.
Meskipun bahasanya sangat baik, dia banyak menggunakan kata-kata asing dan ungkapan-ungkapan modern.Dia juga tergelincir dalam kesalahan yang umum dilakukan oleh para pendahulunya.Yaitu, bahasa yang gampang dan mudah diucapkan. Bahasa yang mengandung muatan makna baru yang sangat enak di telinga.Abu Nawas pada saat itu juga berfungsi sebagai cermin bagi dirinya dan orang-orang yang hidup sezaman dengannya, khususnya yang berkaitan dengan ejekannya terhadap kemaksiatan.
b.      Psikologisnya
Di lihat dari isi syiir itu yaitu bahwa seakan terpendam rasa penyesalan terhadap dirinya, karena memang pada masanya beliau yaitu masa abu nawas si raja harun ar-rosyid sering di tipu-tipu sama si abu nawaas ini, maka dari itu sampai-sampai abu nawas di penjara maka bersyaiirlah beliau seperti di atas itu.


DAFTAR PUSTAKA
الدقتور عمر فر ،1085. تاريخ الادب العربي في صدر الاسلام. بيروت: دار العلم الملايين.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

isim adad

BATAS AWAL DAN AKHIR PENDIDIKAN

KARAKTERISTIK TES YANG BAIK