ISLAM DAN KEBANGSAAN
ISLAM DAN
KEBANGSAAN
Islam dan
kebangsaan adalah satu kesatuan yang tidak bertentangan, dan tak perlu
diupayakan agar bertentangan oleh segala pihak. Contoh kongkritnya di gunung
Turisina Nabi Musa As. diutus oleh Allah Swt. agar kembali ke Mesir untuk membebaskan
bangsanya, Bani Israel, dari belenggu perbudakan kaum Koptik, di samping tentu saja
untuk mengenalkan Islam agar lebih meluas daerahkekuasaannya. “Kata Musa kepada
Firaun sesampai di Mesir:
يا فِرْعَوْنُ إِنِّي رَسُولٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ حَقِيقٌ
عَلَى أَنْ لَا أَقُولَ عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ قَدْ جِئْتُكُمْ
بِبَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ فَأَرْسِلْ مَعِيَ بَنِي إِسْرَائِيلَ
“Hai Firaun,
sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan dari Allah yang menciptakan alam
semesta, wajib atasku tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah, kecuali yang
hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari
Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israel (pergi) bersama aku”. QS. Al-A’raf/ 07:
104-105. Begitu ujarnya yang ada dalam Al-Qur’an. “Maka lepaskan Bani Israel
(pergi) bersama aku!” demikian pinta Musa kepada Firaun. Misi penghapusan
penjajahan juga diemban oleh Nabi Muhammad SAW. Arab saat itu tercabik- cabik
dalam sistem kesukuan, dan sebagian negerinya terbelenggu dalam penjajahan. Arab
di Iraq dikuasai Persia, Arab di Syam dijajah Romawi, dan Negeri Yaman dalam
genggaman Ethiopia. Barangkali saat itu tak terpikirkan sama sekali oleh Bangsa
Arab, bagaimana mereka bisa mengentaskan diri dari keterbelakangan. Tapi visi
Nabi Muhammad sudah sangat jauh ke depan. “Ucapkan kalimat ‘Laa Ilaaha
IllalLaah’, maka kalian akan memimpin Arab dan Non-Arab akan tunduk kepada kalian!” kata Nabi Muhammad kepada umatnya.
Sore itu di Sarang
sungguh luar biasa. Romo Yai Maimoen (Mbah Mun) menitahkan santri-santrinya
agar mengadakan Apel Bendera dalam rangka Maulid Nabi Muhammad SAW.
“Di hari lahirnya
Nabi Muhammad SAW kita adakan Apel Bendera. Saya sendiri yang akan memimpin!”
dawuh beliau. Semangat ke-Islaman dan kebangsaan yang luar biasa, sehingga beliau
melupakan usianya yang sudah 85 tahun. Beliau berniat untuk memimpin sendiri
Apel Bendera.
Pagi itu, Kamis 12
Mulud, sungguh istimewa bagi kami. Terjadi kolaborasi antara Indonesia Raya dan
Salawat Nabi, serta mempersandingkan Nabi Muhammad dan pahlawan Islam dengan
pahlawan bangsa dalam munajat mengheningkan cipta.
Mbah Mun pagi itu
memang urung memimpin Upacara Bendera, beliau berkenan hadir di penghujung
upacara untuk memberi mauidzah. Tapi itu sama sekali tak mengurangi kebahagiaan
kami, sebagai santri dan anak bangsa.
Empat Pilar
Kebangsaan dalam Islam
Telah menjadi
sunatullah bahwa kita lahir dan hidup di Negara Indonesia tercinta yang terdiri
dari berbagai macam suku bangsa, agama, bahasa, ras dan golongan, yang tentu
saja bisa berimplikasi positif maupun negative. Berimplikasi negative jika
berbagai macam perbedaan di atas dibesar-besarkan dan diantara anak bangsa
tidak saling memahami situasai dan kondisi atas perbedaan tersebut. Akan tetapi
sebaliknya, jika diantara anak bangsa ini bisa menjalankan sikap saling oleransi
atas adanya perbedaan itu, maka perbedaan akan menjadi sebuahkekuatan yang
dahsyat. Islam mengakui bahwa perbedaan
adalah suatu hal yang alami bagi manusia, dan setiap umat harus beriteraksi
dengan perbedaan sesuai kaidah, “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa
– bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.”(QS. al-Hujuraat:
13) Allah Swt telah menciptakan manusia berbeda-beda bangsa, budaya dan bahasanya,
akan tetapi pada dasarnya mereka adalah “umatan wahidatan” atau umat yang satu,
maksudnya, perbedaan mereka tidak menghapuskan kesatuan kemanusiannya. Rasulullah
Saw bersabda, “barangsiapa yang menyakiti kaum dzimmi (orang yang berada dalam
lindungan kaum mukmin), maka ia telah meyakitiku. ” Sementara jika pihak lain berasal
dari kaum kafir, maka, hubungan kita dengan mereka harus berdasarkan kaidah
“bagimu agamamu dan bagiku agamaku”. Dalam setiap kondisi tersebut, sesungguhnya
hubungan kaum muslimin dengan pihak lain bisa dirangkum dalam sebuah hadits
Rasulullah Saw “Seorang muslim adalah orang yang membuat manusia lain selamat
dari tangan dan lisannya. ” Dalam konteks kesatuan berbangsa inilah, maka para pendiri
Negara ini sejak awal telah merumuskan empat pilar kebangsaan agar Negara ini
menjadi Negara yang kuat dan dapat berdiri dengan tegak dan bisa bersaing
dengan Negara lainnya, yakni: Pancasila, UUDNRI, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI.
Pancasila adalah landasan dan falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang terdiri dari: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan Yang
Adil dan Beradab, (3) Persatuan Indonesia, (4) Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh
Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan, (5) Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia. Sejarah mencatat bahwa Pancasila yang tercantum dalam
UUD 1945 tidak bisa dilepaskan dari dari peran tokoh-tokoh Islam. Sidang
pertama kali PPKI dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan pembahasan
konstitusi Negara Indonesia yaitu, Presiden dan Wakil Presiden Negara Indonesia
beserta lembaga-lembaga yang dibentuk untuk membantu tugas Presiden Indonesia.
Namun, sebelum sidang dimulai, Bung Hatta dan
beberapa tokoh Islam mengadakan pembahasan sendiri untuk mencari penyelesaian masalah kalimat ”… dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.Tokoh-tokoh Islam yang membahas adalah Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo, K.H. Abdul Wachid Hasyim, dan Teuku Moh. Hassan. Dan setelah melakukan pembahasan serta diskusi yang sangat panjang serta melelahkan pada akhirnya para tokoh PPKI mendapatkan hasil dengan menghilangkan kalimat tersebut dengan untuk tidak mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi dan golongan, begitulah semangat rasa nasionalisme dan jiwa besar yang ditunjukkan oleh para tokoh PPKI. Ruh ke-Islam-an dapat dirasakan jika kita mengkaji satu persatu sila dalam Pancasila tersebut. Sila pertama ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ adalah pancaran Tauhid; sila kedua ‘Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab merupakan salah satu unsur utama dari ajaran ijtima’iyah (nilai-nilai keadilan masyarakat) menurut ajaran Islam.; Persatuan merupakan satu sendi ajaran Islam yakni “umatan wahidatan”; Kerakyatan dilukiskan dengan kata musyawarah dalam al-Qur’an; sedangkan Keadilan Sosial menjadi sasaran pembentukan masyarakat marhamah menurut ajaran Islam, yang dipraktekkan dengan perasaan santun dan kasih saying. Sila pertama dalam Pancasila oleh para pendiri negeri ini diposisikan sebagai jiwa dari seluruh sila-sila lainnya dalam Pancasila. Sehingga apabila Pancasila dijadikan sebagai dasar Negara. maka Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga boleh dikatakan sebagai suatu sumber nilai, norma serta kaidah, baik moral maupun hukum Negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau Undang-Undang Dasar maupun yang tidak tertulis atau Dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, sehingga Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum. Sebagai sumber dari segala hukum atau sebagai sumber tertib hukum Indonesia, maka setiap produk hukum harus bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan atau dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikongkritisasikan atau dijabarkan dari UUD1945, serta hukum positif lainnya. Keanekaragaman di muka bumi ini merupakan salah satu bukti kekuasaan Allah SWT, dan itu semua sudah menjadi ketetapannya, serta ada hikmahnya. Dan keanekaragaman itu sudah dijelaskan dalam firmanNya surat al-Hujarat ayat 13 dan surat al-Baqarah ayat 213 sebagai berikut :
beberapa tokoh Islam mengadakan pembahasan sendiri untuk mencari penyelesaian masalah kalimat ”… dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada kalimat ”Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.Tokoh-tokoh Islam yang membahas adalah Ki Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimejo, K.H. Abdul Wachid Hasyim, dan Teuku Moh. Hassan. Dan setelah melakukan pembahasan serta diskusi yang sangat panjang serta melelahkan pada akhirnya para tokoh PPKI mendapatkan hasil dengan menghilangkan kalimat tersebut dengan untuk tidak mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi dan golongan, begitulah semangat rasa nasionalisme dan jiwa besar yang ditunjukkan oleh para tokoh PPKI. Ruh ke-Islam-an dapat dirasakan jika kita mengkaji satu persatu sila dalam Pancasila tersebut. Sila pertama ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ adalah pancaran Tauhid; sila kedua ‘Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab merupakan salah satu unsur utama dari ajaran ijtima’iyah (nilai-nilai keadilan masyarakat) menurut ajaran Islam.; Persatuan merupakan satu sendi ajaran Islam yakni “umatan wahidatan”; Kerakyatan dilukiskan dengan kata musyawarah dalam al-Qur’an; sedangkan Keadilan Sosial menjadi sasaran pembentukan masyarakat marhamah menurut ajaran Islam, yang dipraktekkan dengan perasaan santun dan kasih saying. Sila pertama dalam Pancasila oleh para pendiri negeri ini diposisikan sebagai jiwa dari seluruh sila-sila lainnya dalam Pancasila. Sehingga apabila Pancasila dijadikan sebagai dasar Negara. maka Pancasila merupakan suatu asas kerokhanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga boleh dikatakan sebagai suatu sumber nilai, norma serta kaidah, baik moral maupun hukum Negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau Undang-Undang Dasar maupun yang tidak tertulis atau Dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, sehingga Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum. Sebagai sumber dari segala hukum atau sebagai sumber tertib hukum Indonesia, maka setiap produk hukum harus bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945, kemudian dijelmakan atau dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikongkritisasikan atau dijabarkan dari UUD1945, serta hukum positif lainnya. Keanekaragaman di muka bumi ini merupakan salah satu bukti kekuasaan Allah SWT, dan itu semua sudah menjadi ketetapannya, serta ada hikmahnya. Dan keanekaragaman itu sudah dijelaskan dalam firmanNya surat al-Hujarat ayat 13 dan surat al-Baqarah ayat 213 sebagai berikut :
Artinya : Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa
– bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al
Hujarat :13)
Artinya : Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul
perselisihan), Maka Allah
mengutus Para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, Yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (Al-Baqarah : 213) Menyadari hal ini, maka para pendiri negeri ini telah memikirkan bagaimana upaya agar mempersatukan masyarakat Indonesia yang beraneka ragam melalui jargon “Bhineka Tunggal Ika”. Bhineka Tunggal Ika mempunyai arti berbeda-beda tetapi tetap saju jua. Secara mendalam bhineka tunggal ika memiliki makna walaupun indonesia sebagai Negara yang multikultural, dimana terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian adat, bahasa dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yaitu sebangsa dan setanah air. Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang,bahasa dan lain sebagainya. Berbangsa dan bernegara menurut Al-Qur`an hanya sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, oleh karena itu berbangsa dan bernegara harus diyakini merupakan salah satu ibadah yang tidak kalah pentingnya dengan ibadah-ibadah yang lainnya, karena ini kaitannya dengan bangsa, negara serta entitas pendukungnya yaitu warga negara. Berbangsa dan bernegara mempunyai berbagai unsure yang saling mendukung satu dengan yang lainnya, dari sekian banyak unsuritu ada unsur yang harus kita perhatikan yaitu persatuan dan kesatuan yang merupakan aspek penting dalam kesatuan konsep berbangsa dan bernegara. Tidak dapat disangkal bahwa Al-Qur`an memerintahkan persatuan dan kesatuan secara jelas, sejelas Allah menyatakan dalam Al-Qur`an surat Al-Anbiya ayat 92 “Sesungguhnya umat ini adalah umat yang satu”. Dari persatuan dan kesatuan itu, sikap memiliki atau nasionalisme akan rasa kebangsaan dan kenegaraan kita akan terasah dan semakin tajam. Jadi, jelas bahwa setiap negara lahir dan berdiri sesungguhnya karena didasari oleh suatu cita-cita dan tujuan yang ingin diraihnya dalam penyelenggaran bernegara bagi kehidupan masyarakat. Cita-cita yang ingin diraih itu diwujudkan dalam bingkai kebangsaan dan kenegaraan sebagai pijakan awal arah perjuangan.tanpa memiliki cita-cita dan tujuan, maka kita akan kehilangan arah dalam merealisasikannya. Dan itu semua hanya bisa tercapai apabila masyarakat dari bangsa tersebut dapat menjaga persatuan dan kesatuan. Namun terlepas dari itu semua, ada hal yang lebih penting, yakni landasan, pola pikir dan pijakan yang merupakan langkah awal sebelum melangkah lebih jauh ke arah tujuan dan cita-cita harus benar-benar terbingkai dalam frame yang jelas, dalam kaitan ini jelaslah bahwa bingkai keislaman melalui nilai-nilai Al-Qur`an harus menjadi langkah awal dalam berbangsa dan bernegara, karena sudah jelas bahwa Al-Qur`an dengan segala mukjizatnya merupakan solusi yang aplikatif yang dapat menjawab permasalahan Bangsa Indonesia selama ini, sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-A`raaf ayat 52 yang artinya :“Dan sesungguhnya kami telah mendatangkan sebuah kitab (Al-Qur`an) kepada mereka yang kami telah menjelaskannya atas dasar Pengetahuan kami, menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”
mengutus Para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, Yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (Al-Baqarah : 213) Menyadari hal ini, maka para pendiri negeri ini telah memikirkan bagaimana upaya agar mempersatukan masyarakat Indonesia yang beraneka ragam melalui jargon “Bhineka Tunggal Ika”. Bhineka Tunggal Ika mempunyai arti berbeda-beda tetapi tetap saju jua. Secara mendalam bhineka tunggal ika memiliki makna walaupun indonesia sebagai Negara yang multikultural, dimana terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian adat, bahasa dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yaitu sebangsa dan setanah air. Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang,bahasa dan lain sebagainya. Berbangsa dan bernegara menurut Al-Qur`an hanya sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, oleh karena itu berbangsa dan bernegara harus diyakini merupakan salah satu ibadah yang tidak kalah pentingnya dengan ibadah-ibadah yang lainnya, karena ini kaitannya dengan bangsa, negara serta entitas pendukungnya yaitu warga negara. Berbangsa dan bernegara mempunyai berbagai unsure yang saling mendukung satu dengan yang lainnya, dari sekian banyak unsuritu ada unsur yang harus kita perhatikan yaitu persatuan dan kesatuan yang merupakan aspek penting dalam kesatuan konsep berbangsa dan bernegara. Tidak dapat disangkal bahwa Al-Qur`an memerintahkan persatuan dan kesatuan secara jelas, sejelas Allah menyatakan dalam Al-Qur`an surat Al-Anbiya ayat 92 “Sesungguhnya umat ini adalah umat yang satu”. Dari persatuan dan kesatuan itu, sikap memiliki atau nasionalisme akan rasa kebangsaan dan kenegaraan kita akan terasah dan semakin tajam. Jadi, jelas bahwa setiap negara lahir dan berdiri sesungguhnya karena didasari oleh suatu cita-cita dan tujuan yang ingin diraihnya dalam penyelenggaran bernegara bagi kehidupan masyarakat. Cita-cita yang ingin diraih itu diwujudkan dalam bingkai kebangsaan dan kenegaraan sebagai pijakan awal arah perjuangan.tanpa memiliki cita-cita dan tujuan, maka kita akan kehilangan arah dalam merealisasikannya. Dan itu semua hanya bisa tercapai apabila masyarakat dari bangsa tersebut dapat menjaga persatuan dan kesatuan. Namun terlepas dari itu semua, ada hal yang lebih penting, yakni landasan, pola pikir dan pijakan yang merupakan langkah awal sebelum melangkah lebih jauh ke arah tujuan dan cita-cita harus benar-benar terbingkai dalam frame yang jelas, dalam kaitan ini jelaslah bahwa bingkai keislaman melalui nilai-nilai Al-Qur`an harus menjadi langkah awal dalam berbangsa dan bernegara, karena sudah jelas bahwa Al-Qur`an dengan segala mukjizatnya merupakan solusi yang aplikatif yang dapat menjawab permasalahan Bangsa Indonesia selama ini, sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-A`raaf ayat 52 yang artinya :“Dan sesungguhnya kami telah mendatangkan sebuah kitab (Al-Qur`an) kepada mereka yang kami telah menjelaskannya atas dasar Pengetahuan kami, menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”
Komentar
Posting Komentar