EDISI REVISI ULUMUL HADIST



EDISI REVISI ULUMUL HADIST
Dosen Pembimbing:Dr. Kasman,M.Ag






Disusun Oleh:
Kelompok: 6
Ainul Yaqin               (U20153014)
Iqbal Waris Hakiki   (U20153013)
Siti badriatus sholihah (U20153015)

FAKULTAS USHULUDIN, ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
JEMBER 2015
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................         i
KATA PENGANTAR.........................................................................        ii
DAFTAR ISI.........................................................................................       iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................        1
A.    Latar belakang.............................................................................        2
B.     Rumusan masalah........................................................................        3
C.     Tujuan Penulisan.........................................................................        4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................      5
A.    Pembagian hadis Shohih...................... ...................................       6
B.     Pembagian hadis Hasan .......................................................       7
C.     Pembagian hadis Dho’if .......................................................       8
BAB III PENUTUP..............................................................................        9
A.    Kesimpulan............................................................................      10
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................      11







BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
            Hadist adalah segala sesuatu yang bersumber dari nabi baik dari pekataan, perbuatan maupun ketetapan nabi. Dari definisi itu dapat kita ambil hikmah bahwa segala apapun yang bersumber dari nabi itu hadist, namun tidak semua hadist itu bisa dikatakan bersumber dari nabi. Itu memerlukan kajian-kajian yang mendetail untuk itu, dikarenakan bahwa dalam hadist ada macam-macam pembagiaannya. Diantaranya hadist shohih, hasan, dhoif, bahkan ada hadist yang disebut hadist maudhu’
            Dalam makalah ini kami selaku penulis tidak membahas semua tentang klasifikasi hadist itu, namum kami hanya menuls hadist shohih, hasan, dhoif,
B. RUMUSAN MASALAH
            Dari perpektif di atas maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Ada berapa pembagian hadis Shohih  ?
2.      Ada berapa pembagian hadis Hasan ?
3.      Ada berapa pembagiaan hadis dho’if ?
C. TUJUAN
1.      Untuk mengetahui pembagian hadis Shohih
2.      Untuk mengetahui pembagian hadis Hasan
3.      Untuk mengetahui pembagian hadis Dho’if








BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN HADIS SHOHIH
Hadis shohi menurut lughoh adalah lawan “saqim”artinya sehat lawan sakit. Menurut ahli hadis hadis yang sanadnya bersambung di ikuti oleh orang yang adi dan cermat dari orang yang sama, bukan hadis yang syadz dan terkena illat yang menyaebabkan cacat dalam penerimaannya. Dalam devinisi lain hadis shohih adalah .
ما نقله عدل تا الضبط متصل السند غير معلل ولاشاذ
Hadist yang di nukil (di riwayatkan) oleh rawi-rawi yang adil, sempurna ingatnya, sanadnya bersambung-sambung, tidak berillat dan tidak janggal. [1]
1. SYARAT-SYARAT HADIST SHAHIH
Menurut muhaddisin, suatu hadist dapat di nilai shahih, apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
a)      Rawinya bersifat adil
Menurut Ar-Razi, keadilan adalah tenaga jiwa yang mendorong untuk selalu bertindak taqwa, menjauhi dosa-dosa kecil dan meninggaalkan perbuatan-perbuatan mubah yang menodai muru’ah, seperti makan sambil berdiri di jalan, buang air (kencing) di tempat yang bukan di sediakan untuknya dan bergurau yang berlebihan.
Menurut Suyuti Ismail, kriteria periwayatan yang adil adalah:
·   Beragama islam
·   Berstatus mukallaf
·   Melaksanakn ketentuan agama
b)      Rawinya bersifat dhabit
Dhabit adalah bahwa rawi yang bersangkutan dapat menguasai hadisnya dengan baik, lalu ia mampu mengungkapkannya kembali ketika meriwayatkannya.
            Kalau seseorang mempunyai ingatan yang kuat sejak menerima hingga menyampaikan kepada orang lain dan ingatannya itu sanggup di keluarkan kapan dan di mana saja di kehendaki, orang itu dinamakan dhabtu shadari. Kemudian kalau apa yang di sampaikan bersandar pada buku catatannya, ia di sebut dhabtul kitab, rawi yang adil sekaligus dhabit di sebut stiqot.
c)      Sanadnya bersambung
Yang di maksud dengan ketersambungan sanad adalah bahwa setiap rawi hadist yang berangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang berada di atasnya dan begitu selanjutnya sampai kepada pembicaraan yang pertama. Untuk mengetahui bersambnung tidaknya suatu sanad, biasanya ulama hadist menempuh penelitian tata kerja sebagai berikut: [2]
·   Mencatat semua kata rawi dalam sanad yang di teliti.
·   Mempelajari sejarah hidup masing-masing rawi.
·   Meneliti kata-kata yang menghubungkan antara rawi dan rawi yang terdekat dengan sanad.
Jadi, satu sanad hadist dapat di nyatkan bersambung apabila:
·   Seluruh rawi dalam sanad itu benar-benar setiqot (adil dan dhabit).
·   Antara masing-masing rawi dengan rawi terdekat sebelumnya dalam sanad itu benar-benar terjadi hubungan periwayatan hadist secara sah menurut ketentuan tahamul wal ada al-hadist.
d)     Tidak berillat
Maksudnya bahwa hadist yang bersangkutan dari cacat keshahihannya , yakni hadist-hadist itu terbebas dari sifat-sifat samar yang membuat cacat, meskipun tampak bahwa hadist itu menunjukkan adanya cacat tersebut.
e)      Tidak syadz (janggal)
Kejanggalan hadist terletak pada adanya perlawanan antara satu hadist yang di riwayatkan oleh rawi yang maqbul (yang dapat di terima periwayatannya) dengan hadist yang di riwayatkan oleh rawi yang lebih kuat (rojih) dari padanya, di sebabkan kelebihan jumlah sanad dalam kedhabitannya atau adanya rojih-rojih yang lain.
B.     PENGERTIAN HADIST HASAN
Hasan menurut bahasa merupakan sifat musabbihat dari hasan yang berarti al jamil yaitu indah, bagus. Sedangkan pengertin hadist hasan menurut istilah ilmu hadist tercakup dalam beberapa definisi sebagai berikut:
Menurut At-Tirmidzi hadist hasan adalah
Artinya setiap hadist yang di riwayatkan dan tidak terdapat pada sanadnya perawi yang dusta, dan hadist tersebut tidak syadz, serta di riwayatkan pula melalui jalan yang lain.
Menurut Ibnu Hajar hadist hasan adalah[3]
هو مااتصل سنده العدلالذي خف ضبطه عن مثله الى منتها من غير شذوذو لاعلة
Artinya: yaitu hadist yang bersambung sanadnya dengan periwayatan perawi yang adil, ringan (kurang kedhabitannya), dari perawi yang sama (kualitas) dengan sampai ke akhir sanad, tidak syadz dn tidak berillat.
Menurut Al-Khatabi hadist hasan adalah
هو ما عرف مخرجه واشتهر رجاله وعليه مدرا اكثرالحد يث وهوالذي يقبله اكثر العلماء ويسثعمله عامةالفقهاء
Artinya hadist hasan adalah, hadist yang telah di kenal muharrijnya dan telah masyhur rawinya. Demikianlah kebanyakan hadist, dan demikian kondisi hadist yang di terima oleh kebudayaan ulama, dan di pakai oleh seluruh fuqoha.
            Berdasarkan definisi-definisi yang di kemukakan di atas, para ukama merumuskan bahwa kriteria hadist hasan adalah sama dengan hadist shahih hanya saja pada hadist hasan terdapat perawi yang tingkat kedhabitannya kurang, atau lebih rendah, dari yang dimiliki perawi hadist shahih, oleh karenanya, Ibnu hajar menegaskan bahwa hadist hasan adalah hadist shahih yang perawinya memiliki sifat dhabit lebih rendah dari yang di miliki oleh hadist shahih. Dengan demikian kriteria hadist hasan adalah ada lima:
1)   Sanad hadist tersebut harus bersambung
2)   Perawinya adalah adil
3)   Perawinya mempunyai sifat dhabit, namun kualitas kedhabitannya  lebih rendah (kurang) dari yang dimiliki oleh perawi hadist shahih.
4)   Hadist yang diriwayatkan tersebut tidak syadz. Artinya, hadist tersebut tidak menyalahi riwayat yang lebih tsiqot dari padanya.
5)   Hadist yang di riwayatkan tersebut selamat dari illat yang merusak.
Contoh hadis hasan adalah [4]
            Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, dia berkata: telah bercerita kepada kami Qitaibah, telah bercerita kkepada kami Ja’far bin Sulaiman Ad-Dhab’i dari Abi Imran Al-jauni, dari Abu Bakar bin Musa Al-Asy’ari dia berkata aku telah mendengar ayah ku berkata di hadapan musuh,”Rosulullah bersabdah”
.ان ابواب الجنة تحتظلال السيوف
“sesungguhnya pintu-pintu surga berada di bawah naungan pedang (Al- Hadist).
Empat perawi hadist tersebut tsiqoh  kecuali ja’far bin sulaiman Ad-Dhab’i, sehingga menjadikan hadist ini sebagai hadist hasan
1.      Tingkatan hadis hasan
Sebagaimana halnya Hadis shohih. Hadis hasan juga mempunyai tingkatan tingkatan sebagai berikut:
Menurut Adzhab, sebagaimana di kutib oleh Ajjaj Al-Khatib, tingkatan yang paling tinggi adalah periwayatan   dari Bahz Ibnu hakim dari bapaknya, dari kakeknya, dari Amr ibnu su’aib dari kakeknya, dan ibnu ishaq dari at taimiy.
Bila perawi mengatakan bahwa sebuah hadis itu “shohih Al Isnad” atau “Hsan Isnadnya” maka itu belum tentu menunjukkkan shohih matannya. Oleh karena itu Hadis kadang Shohih kadang Hasan sanadnya saja, sedangkan matannya lemah karena syadz atau adanya illat. Orang yang berhak memberikan label Hadis Shohih, Hadis Hasan hingga Isnad Shohih atau Hasan, adalah orang yang mu’tamad(ahli dalam bidang inidan dapat di percaya). Adapun buku buku yang mengandung Hadis Hasan yaitu: jami’ At Tirmidzi (sunan At Tirmidzi), sunan Abu Daud, dan sunan Ad-Daruqutni. [5]
2.      Pengenalan Hadis hasan
            menurut An-Nawawi dalam At-Tarqrib, kitab At-Tirmidzi yang pertama kali yang memunculkan Hadis Hasan, yang memperkenalkannya  dan banyak menyebut dalam kitabny, Ibnu Taimiyah juga mempertegas, bahwa At-Tirmidzi-lah orang yang pertama kali memeperkenalkan bagian Hadis dari segi kualitas kepada shohih, Hasan dan Dho’if. Para ulama’ sebelum At-Tirmidzi belum kenal istilah tiga Hadis tersebut yang di kenal mereka kualitas hadis ada dua macam yakni:Dho’if yang tidak tercega pengamalnya dan Dho’if yang wajib di tinggalkan. Barang kali Dha’if  yang pertama menurut Ulama dahulu nilah yang di sebut Hasan oleh At-Tirmidzi.
3.      macam macam Hadis Hasan
Hadis Hasan terbagi menjadi dua macam yaitu Hasan lidzatih dan Hasan lighoirih.
a)      Hadis Hasan lidzatih
            Yang di maksud lidzatih adalah yag mencapai derajat Hasan dengan sendirinya, sebagaimana yang telah di sebutkan mengenai definisi Hadis Hasan, dan tidak memerlukan batuan lain untuk mengatakannya ke darajat Hasan, sebagaimana halnya dengan Hadis Hasan lidzatihi adalah sebagaimana yang telah di sebutkan di atas.
b)      Hadis Hasan lighoirihi
yang di maksud dengan Hadis Hasan lighoirihi adalah
هو الضعيف اذا تعددت طرقة ولم يكن سبب ضعفه فسق الراوي اوكذبه
Artinya:” yaitu hadist dhaif apabila jalan (datangnya) berbilang (lebih dari satu), dan seban kedhaifannya bukan karena perawinya fasik atau pendusta. Hadist dhaif dapat di angkat derajatnya ke tingkat hasan dengan dua ketentuan: [6]
1)      Hadist tersebut di riwayatkan oleh perawi yang lain melalui jalan yang lain dengan syarat bahwa perawi (jalan) yang lain tersebut sama kuaalitasnya atau lebih baik dari padanya.
2)      Bahwa sebab kedhaifannya bukan karena perawinya bersifat fasik atau pendusta.
            Tingkatan hadist hasan ligoirihi adalah tingkatan yang paling rendah di antara hadist maqbul. Hadist ini hasan bukan karena dirinya sendiri melainkan karena di bantu karena keterangan lain, baik dari syahid atau mutabi’. Dengan demikian hadist hasan ligoirihi adalah hadist yang kulitas hadisnya pada dasarnya berada di bawah derajad hadist hasan. Ia berada pada derajat hadist dhaif. Adapun hadist dhaif yang bisa naik kedudukannya menjadi hadist hasan, hadist-hadist yang tidak terlalu lemah, sementara hadist-hadist yang sangat lemah, seperti hadist mudha’ hadist mungkar dan hadist matruk, betapapun adanya yahid dan muttabi’ kedudukannya tetap sebagi hadist dhaif, tidak bia berubah menjadi hadist hasan.[7]
Contoh hadist hasan ligoirihi
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari jalur syu’bah, dari ashim bin ubaidillah dari abdillah, dari Abdillah bin Amr bin Robi’ah dari ayahnya seorang wanita dari bani fazarah menikah dengan mahar sepasang sandal, lalu Rosulullah SAW bersabdah
ارضيت من نفسك ولك بنعلين ؟ قالت نعم
Apakah kamu rela dengan sepasang sandal?”dia menjawab “benar”
            Apkah adis di atas terdapar perowi yang bernama Ashim, sedangkan Ashim adalah Dho’if karena buruk hafalannya, kemudian At-Tirmidzi menghasankan hadis ini karena
diriwayatkan melalui jalur yang lain, dari Umar, Abu Huroiroh , Aisyah dan Abi Hadrad.
4.      Hukum dan status kehujja-han Hadis Hasan[8]
Sebagaimana Hadis Shohih, menurut  Ulama para ahli hadis, ahli fikih dan ahli usul bahwa hadis hasan, baik hasan liddzati maupun hadis hasan lighoirihi, juga dapat di jadikan hujjah untuk menetapkan suatu hukum, yang harus di amalkan. Hanya saja terdapat perbedaan pandangan di antara mereka dalm soal penetapan rutbah atau urutannya, yang di sebabkan kualitasnya  masing masing. Ada Ulam yang tetap membedakan kualitas kehujjahan, baik antara shohih liddzati maupun  shohih lighoirihi denganhadis hasan itu sendiri . tetapi ada juga ulama yang memasukkan ke dalam  satu kelompok, dengan tanpa membedakan antara yang satu dengan lainnya, yakni Hadis Hadis tersebut di kelompokkan ke dalam adsi shohih pendapat yang di sebut kedua ini di anut oleh Al-Hakim ibn bin ibn Khuzainnah.
C.     Pengertian Hadis Dho’if
Hadis yang kehilangan salh satu syaratnya sebagai hadis maqbul (yang dapat di terima)syarat syarat hadis maqbul adalah enam yaitu :
·         Rawinya harus adil
·         Rawinya harus dhabit, meskipun tidak sempurna
·         Sanadnya harus bersambung
·         Padanya tidak terdapat suatu kerancuan
·         Padanya tidak terdapat ‘illat yang merusak
·         Pada saat di butuhkan, adis yang bersangkutan menguntungkan (tidak mencelakan)
            Dengan demikian, kehati hatian Muhaddisin dalam penerima hadis sehingga mereka menjadikan  tidak adanya petunjuk keaslian hadis itu sebagai alasan yang cukup untuk menolak hadis dan menghukuminya sebagi hadis dho’if. Hal ini tidak memastikan bahwa rowi itu salah pula. Dalam meriayatkan hadis yang di maksud, bahkan mungkin sekali ia benar . akan tetapi ada kehawatiran  yang cukup kuat terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan dalam periwayatan hadis yang di maksud, mereka tetap untuk menolaknya. Oleh karena itu para muhaddisin menjadikan kemungkinan  yang timbul dari dari suatu kemungkinan itu sebagai suatu pertimbangan dan menganggapnya sebagai pengahlang dapat di terimanya suatu hadis. Hali ini merupakn puncak kehati hatian yang sistematis, kritis, dan ilmiyah. Para ulama mehaddisin mengemukakan sebab sebab tertolaknya hadis dari dua jurusan sanad dan jurusan matan .
Sebab sebab tertolaknya adis dan jurusan sanas adaalah :[9]
·         Terwujudnya cacat cacat pada rowinya,baik tentang keadilan maupun ke-dhabitanya.
·         Ketidak bersambung sanad, di karnakan adalah sesorang rowi atau lebih, yang di gugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.
Macam macam hadis dho’if berdasarkan cacat pada ke ahlian dan ke dhabitan rowi
1)      Hadis maudhu’
Hadis maudhu’ adalah hadis yang di ciptakan serta di buat oleh seseorang (pendusta), yang di ciptakan itu di nisbatkan kepada Rosulullah SAW.  Secara palsu dan dusta, baik di sengaja ataupun tidak.
Ciri ciri hadis maudhu’
            Para Ulama menentukan bahwa ciri ciri ke maudhu-an hadis terdapat pada sanad dan hadis. Ciri ciri yang terdapat pada sanad hadis, yaitu adanya pengakuan dari si pembuat sendiri, qorinah qorinah yang memperkuat adanya pengakuan pembuat hadis maudhu’ dan qorinah qorinah yang memperkuat dengan tingkah lakunya.
2)      Hadis Matuk
            Hadis Matruk adalah yang pada sanadnya ada seorang rowi yang di tuduh dusta. Rowi yang tertuduh adalah seorang rowi yang terkenal dalam pembicaraanya sebagaai  pendusta, tetapi belum dapat di buktikan bahwa ia pernah berdusta dalam membuat Hadis. Sesungguhnya rowi yang tertuduh dusta, bila ia bertobat dengan sungguh sungguh  dapat di terima periwayatan hadisnya
3)      Hadis munkar
Hadis munkar adalah hadis yang pada sanadnya terdapat rowi yang jelek keselahannya banyak kelengahan atau tampak kefasikannya. Lawannya di namakan ma’ruf
4)      Hadis syadz
Hadis syadz adalah Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi yang maqbul, yang menyalahi riwayat orang yang lebih utama darinya baik karena jumlahnya lebih banyak ataupun lebih tinggi daya hapalnya
            Macam macamberdasarkan gugurnya rowi [10]
1.      Hadis mu’allaq
            Mu’allaq menurut bahasa adalah isim maf’ul yang berarti terikat dan tergantung  sanad seperni ini  di sebut mu’allaq karena hanya terikat dan tersambung pada bagian atas saja. Di antara bentuknya adalah bila semua sanad di gugurkan  dan di hapus, kemudian di katakan,”Rosulullah bersabdah “atau dengan menggugurkan semua sanad,kecuali seorang sahabat dan tabi’in,contohnya”bukhori meriwayatkan dari Al-Majisyun dari Abdullah bin Fadhli dari Abu Salamah dari Abu huroiroh r.a. dari nabi Muhammad SAW.
 artinya : janganlah kalian melebih-lebihkan di antara kalian para nabi.
2.      Hadis mu’addhal
            Hadis mu’addhal menurut bahasa adalah suatu yang di buat lemah dan lebih. Di sebur demikian, mungkin pra ulama’ hadis di buat lelah dan letih untuk mengetauinya karena beratnya ketidak jelasan dalam hadis itu.  Adapu menurut istlah muhaddisin, hadis mu’addhal adalah hadis yang putus sanadnya dua orang atau lebih secara berurutan. Contohnya di riwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitab ma’rifat ulumul hadis  dengan sanadnya kepada Al-Qa’naby dari Malik bahwa dia menyampaikan, bahwa Abu Hurairoh berkata, Rosulullah bersabdah
Artinya :seorang hamba sahaya berhak mendapatkan makanan dan pakaian sesuai kadarnya denga baik dan tidak di bebani pekerjaan, melainkan apa yang dia mampu engerjakannya
Al-Hakim berkata hadis ini mu’addhal dari malik dalam kitab Al-Muwata
3.      Hadis Mursal [11]
Hadis Mursal menurut bahasa adalah isim maf’ul yang berarti di lepaskan . adapun hadis Mursal menurut istilah adalah Hadis yang gugur rowi dari sanadnya setelah tabi’in besar atau tabi’in kecil. Oleh karena itu di tinjau dari segi siapa yang menggurkan dan segi sifat pengguguran hadis,  hadis mursal terbagi pada mursal jali mursal shahabi dan mursal rhafi.
4.      Hadis munqoti’
Hadis munqoti’ adalah hadis yang gugur seorang rowinya sebelum sahabat di suatu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaaan tidak berturut turut.
5.      Hadis Mudallas
Hadis mudallas adalah hadis yang di riwayatkan menurut cara yang di perkirakan bahwa hadis tersebut tidak bernoda. Rowi yang berbuat demikian di sebut mudallis . hadis yang di riwayatkan oleh mudallis di sebut hadis mudallas dan perbuatannya di sebut dengan tadlis.
Macama macam tadlis sebagai berikut
a.       Tadlis isnad
b.      Tadlis syuyuh
c.       Tadlis taswiyah








BAB III
PENUTUP
Hadis, secara bahasa  berarti hadis yang baik,atau yang sesuai dengan keinginan jiwa.persyaratan Hadis Hasan,yaitu:para perawinya adil,ke-dhabith-an perawinya di bawah perawi hadis Sahih,Sanad-Sanadnya bersambung.Tidak terdapat kejanggalan atau syadz,dan tidak mengandung illat.Hadis Hasan terbagi menjadi dua yaitu:pertama Hasan li dzatihi yakni Hadis yang Hasan dengan sendirinya karna syarat-syaratnya telah terpenuhi .Kedua Hasan li ghairihi yakni Hadis yang pada dasarnya lemah,namun periwayatan Hadis tersebut banyak riwayat,melalui redaksi yang sama maupun mirip.Dan kedua Hadis tersebut (Hadis Shahih dan Hasan maupun Dhaif) baik yang li dzatihi dan li ghairihi,menurut para Ulama dapat di jadikan sebagai hujjah atau dalil yang kuat.Untuk di amalkan dalam kehidupan sehari-hari.
















DAFTAR PUSTAKA
Agus shalihuddin, ulumul hadits,bandung , pustaka setia.2008,
Nawir Yuslem, Ulumul Hadits, Jakarta, pustaka ilmu,2002
Nuruddin, Ulumul Hadits, jilid II.Bandung , remaja rosdakarya,1994.
Suparta,Munzier,Ilmu Hadits, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2011)
Suparta, Munzier, Ilmu Hadits, ( Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2011
Yuslem, Nawir, Ulumul Hadits, (Jakarta:PT Mutiara sumber Widya, 1998 ).
Yuslem, Nawir, Ulumul Hadits, (Jakarta: PT Mutiara sumber Widya, 1998 ). 



[1]Nuruddin . Ulmul Hadis, jilid ll. Bandung remaja, Rosdakarya, 1994, hlm 3
[2] Ibid, hlm 133
[3] Ibid, hlm 137
[4] Agus Sholehuddin, Ulumul hadis , bandung pustaka setia. 2008, hlm 142-143
[5] Nawir yuslem , Ulumul Hadis, jakarta, pustaka ilmu, hlm , 231
[6] Ibid hlm, 241

[8] Suparta, Munzier, ilmu hadis, (jakarta:PTRajaGrafindo,2011), hlm 174
[9] Yusle, Nawir,Ulumul Hadis, (Jakarta:PT Mutiara sumber Widya,1998)hlm 146
[10] Nuruddin ,Ulumul qur’an (PT Remaja Rosadakarya2010), 346
[11] Ibid, hlm, 348

Komentar

Postingan populer dari blog ini

isim adad

BATAS AWAL DAN AKHIR PENDIDIKAN

KARAKTERISTIK TES YANG BAIK