EDISI REVISI ULUMUL HADIST
EDISI REVISI ULUMUL HADIST
Dosen Pembimbing:Dr. Kasman,M.Ag
Disusun Oleh:
Kelompok: 6
Ainul Yaqin (U20153014)
Iqbal Waris Hakiki (U20153013)
Siti badriatus sholihah (U20153015)
FAKULTAS USHULUDIN,
ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
JEMBER 2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................ i
KATA PENGANTAR......................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
A.
Latar belakang............................................................................. 2
B.
Rumusan masalah........................................................................ 3
C.
Tujuan Penulisan......................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ................................................................ 5
A.
Pembagian hadis Shohih...................... ................................... 6
B.
Pembagian hadis Hasan
....................................................... 7
C.
Pembagian hadis Dho’if
....................................................... 8
BAB III
PENUTUP.............................................................................. 9
A.
Kesimpulan............................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 11
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hadist adalah segala sesuatu yang
bersumber dari nabi baik dari pekataan, perbuatan maupun ketetapan nabi. Dari
definisi itu dapat kita ambil hikmah bahwa segala apapun yang bersumber dari
nabi itu hadist, namun tidak semua hadist itu bisa dikatakan bersumber dari
nabi. Itu memerlukan kajian-kajian yang mendetail untuk itu, dikarenakan bahwa
dalam hadist ada macam-macam pembagiaannya. Diantaranya hadist shohih, hasan,
dhoif, bahkan ada hadist yang disebut hadist maudhu’
Dalam makalah ini kami selaku penulis
tidak membahas semua tentang klasifikasi hadist itu, namum kami hanya menuls
hadist shohih, hasan, dhoif,
B. RUMUSAN
MASALAH
Dari perpektif di atas maka penulis
mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Ada berapa pembagian hadis Shohih
?
2.
Ada berapa pembagian hadis Hasan ?
3.
Ada berapa pembagiaan hadis dho’if ?
C.
TUJUAN
1.
Untuk mengetahui pembagian hadis Shohih
2.
Untuk mengetahui pembagian hadis Hasan
3.
Untuk mengetahui pembagian hadis Dho’if
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN HADIS SHOHIH
Hadis shohi
menurut lughoh adalah lawan “saqim”artinya sehat lawan sakit. Menurut ahli
hadis hadis yang sanadnya bersambung di ikuti oleh orang yang adi dan cermat
dari orang yang sama, bukan hadis yang syadz dan terkena illat yang
menyaebabkan cacat dalam penerimaannya. Dalam devinisi lain hadis shohih adalah
.
ما
نقله عدل تا الضبط متصل السند غير معلل ولاشاذ
Hadist yang di
nukil (di riwayatkan) oleh rawi-rawi yang adil, sempurna ingatnya, sanadnya
bersambung-sambung, tidak berillat dan tidak janggal. [1]
1. SYARAT-SYARAT
HADIST SHAHIH
Menurut
muhaddisin, suatu hadist dapat di nilai shahih, apabila memenuhi syarat sebagai
berikut:
a)
Rawinya bersifat adil
Menurut Ar-Razi, keadilan adalah tenaga jiwa yang mendorong untuk
selalu bertindak taqwa, menjauhi dosa-dosa kecil dan meninggaalkan
perbuatan-perbuatan mubah yang menodai muru’ah, seperti makan
sambil berdiri di jalan, buang air (kencing) di tempat yang bukan di sediakan
untuknya dan bergurau yang berlebihan.
Menurut Suyuti Ismail, kriteria periwayatan yang adil adalah:
· Beragama islam
· Berstatus
mukallaf
· Melaksanakn
ketentuan agama
b)
Rawinya bersifat dhabit
Dhabit adalah bahwa rawi yang bersangkutan dapat menguasai hadisnya
dengan baik, lalu ia mampu mengungkapkannya kembali ketika meriwayatkannya.
Kalau seseorang mempunyai ingatan
yang kuat sejak menerima hingga menyampaikan kepada orang lain dan ingatannya
itu sanggup di keluarkan kapan dan di mana saja di kehendaki, orang itu
dinamakan dhabtu shadari. Kemudian kalau apa yang di sampaikan bersandar
pada buku catatannya, ia di sebut dhabtul kitab, rawi yang adil
sekaligus dhabit di sebut stiqot.
c)
Sanadnya bersambung
Yang di maksud dengan ketersambungan sanad adalah bahwa setiap rawi
hadist yang berangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang berada di
atasnya dan begitu selanjutnya sampai kepada pembicaraan yang pertama. Untuk
mengetahui bersambnung tidaknya suatu sanad, biasanya ulama hadist menempuh
penelitian tata kerja sebagai berikut: [2]
· Mencatat semua
kata rawi dalam sanad yang di teliti.
· Mempelajari
sejarah hidup masing-masing rawi.
· Meneliti
kata-kata yang menghubungkan antara rawi dan rawi yang terdekat dengan sanad.
Jadi, satu sanad hadist dapat di nyatkan bersambung apabila:
· Seluruh rawi
dalam sanad itu benar-benar setiqot (adil dan dhabit).
· Antara
masing-masing rawi dengan rawi terdekat sebelumnya dalam sanad itu benar-benar
terjadi hubungan periwayatan hadist secara sah menurut ketentuan tahamul wal
ada al-hadist.
d)
Tidak berillat
Maksudnya bahwa hadist yang bersangkutan dari cacat keshahihannya ,
yakni hadist-hadist itu terbebas dari sifat-sifat samar yang membuat cacat,
meskipun tampak bahwa hadist itu menunjukkan adanya cacat tersebut.
e)
Tidak syadz (janggal)
Kejanggalan hadist terletak pada adanya perlawanan antara satu
hadist yang di riwayatkan oleh rawi yang maqbul (yang dapat di terima
periwayatannya) dengan hadist yang di riwayatkan oleh rawi yang lebih kuat
(rojih) dari padanya, di sebabkan kelebihan jumlah sanad dalam kedhabitannya
atau adanya rojih-rojih yang lain.
B.
PENGERTIAN HADIST HASAN
Hasan menurut bahasa merupakan sifat musabbihat dari hasan yang
berarti al jamil yaitu indah, bagus. Sedangkan pengertin hadist hasan menurut
istilah ilmu hadist tercakup dalam beberapa definisi sebagai berikut:
Menurut At-Tirmidzi hadist hasan adalah
Artinya setiap
hadist yang di riwayatkan dan tidak terdapat pada sanadnya perawi yang dusta,
dan hadist tersebut tidak syadz, serta di riwayatkan pula melalui jalan yang
lain.
Menurut
Ibnu Hajar hadist hasan adalah[3]
هو
مااتصل سنده العدلالذي خف ضبطه عن مثله الى منتها من غير شذوذو لاعلة
Artinya: yaitu
hadist yang bersambung sanadnya dengan periwayatan perawi yang adil, ringan
(kurang kedhabitannya), dari perawi yang sama (kualitas) dengan sampai ke akhir
sanad, tidak syadz dn tidak berillat.
Menurut
Al-Khatabi hadist hasan adalah
هو
ما عرف مخرجه واشتهر رجاله وعليه مدرا اكثرالحد يث وهوالذي يقبله اكثر العلماء
ويسثعمله عامةالفقهاء
Artinya hadist hasan adalah, hadist yang telah di kenal muharrijnya
dan telah masyhur rawinya. Demikianlah kebanyakan hadist, dan demikian kondisi
hadist yang di terima oleh kebudayaan ulama, dan di pakai oleh seluruh fuqoha.
Berdasarkan definisi-definisi yang
di kemukakan di atas, para ukama merumuskan bahwa kriteria hadist hasan adalah
sama dengan hadist shahih hanya saja pada hadist hasan terdapat perawi yang
tingkat kedhabitannya kurang, atau lebih rendah, dari yang dimiliki perawi
hadist shahih, oleh karenanya, Ibnu hajar menegaskan bahwa hadist hasan adalah
hadist shahih yang perawinya memiliki sifat dhabit lebih rendah dari yang di
miliki oleh hadist shahih. Dengan demikian kriteria hadist hasan adalah ada
lima:
1)
Sanad hadist tersebut harus bersambung
2)
Perawinya adalah adil
3)
Perawinya mempunyai sifat dhabit, namun kualitas kedhabitannya lebih rendah (kurang) dari yang dimiliki oleh
perawi hadist shahih.
4)
Hadist yang diriwayatkan tersebut tidak syadz. Artinya, hadist
tersebut tidak menyalahi riwayat yang lebih tsiqot dari padanya.
5)
Hadist yang di riwayatkan tersebut selamat dari illat yang merusak.
Contoh hadis
hasan adalah [4]
Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, dia
berkata: telah bercerita kepada kami Qitaibah, telah bercerita kkepada kami
Ja’far bin Sulaiman Ad-Dhab’i dari Abi Imran Al-jauni, dari Abu Bakar bin Musa
Al-Asy’ari dia berkata aku telah mendengar ayah ku berkata di hadapan
musuh,”Rosulullah bersabdah”
.ان
ابواب الجنة تحتظلال السيوف
“sesungguhnya
pintu-pintu surga berada di bawah naungan pedang (Al- Hadist).
Empat perawi
hadist tersebut tsiqoh kecuali ja’far
bin sulaiman Ad-Dhab’i, sehingga menjadikan hadist ini sebagai hadist hasan
1.
Tingkatan hadis hasan
Sebagaimana
halnya Hadis shohih. Hadis hasan juga mempunyai tingkatan tingkatan sebagai
berikut:
Menurut Adzhab,
sebagaimana di kutib oleh Ajjaj Al-Khatib, tingkatan yang paling tinggi adalah
periwayatan dari Bahz Ibnu hakim dari
bapaknya, dari kakeknya, dari Amr ibnu su’aib dari kakeknya, dan ibnu ishaq
dari at taimiy.
Bila perawi
mengatakan bahwa sebuah hadis itu “shohih Al Isnad” atau “Hsan Isnadnya” maka
itu belum tentu menunjukkkan shohih matannya. Oleh karena itu Hadis kadang
Shohih kadang Hasan sanadnya saja, sedangkan matannya lemah karena syadz atau
adanya illat. Orang yang berhak memberikan label Hadis Shohih, Hadis Hasan
hingga Isnad Shohih atau Hasan, adalah orang yang mu’tamad(ahli dalam bidang
inidan dapat di percaya). Adapun buku buku yang mengandung Hadis Hasan yaitu:
jami’ At Tirmidzi (sunan At Tirmidzi), sunan Abu Daud, dan sunan Ad-Daruqutni. [5]
2.
Pengenalan Hadis hasan
menurut An-Nawawi dalam At-Tarqrib,
kitab At-Tirmidzi yang pertama kali yang memunculkan Hadis Hasan, yang
memperkenalkannya dan banyak menyebut
dalam kitabny, Ibnu Taimiyah juga mempertegas, bahwa At-Tirmidzi-lah orang yang
pertama kali memeperkenalkan bagian Hadis dari segi kualitas kepada shohih,
Hasan dan Dho’if. Para ulama’ sebelum At-Tirmidzi belum kenal istilah tiga
Hadis tersebut yang di kenal mereka kualitas hadis ada dua macam yakni:Dho’if yang
tidak tercega pengamalnya dan Dho’if yang wajib di tinggalkan. Barang kali
Dha’if yang pertama menurut Ulama dahulu
nilah yang di sebut Hasan oleh At-Tirmidzi.
3.
macam macam Hadis Hasan
Hadis Hasan
terbagi menjadi dua macam yaitu Hasan lidzatih dan Hasan lighoirih.
a)
Hadis Hasan lidzatih
Yang di maksud lidzatih adalah yag
mencapai derajat Hasan dengan sendirinya, sebagaimana yang telah di sebutkan
mengenai definisi Hadis Hasan, dan tidak memerlukan batuan lain untuk
mengatakannya ke darajat Hasan, sebagaimana halnya dengan Hadis Hasan lidzatihi
adalah sebagaimana yang telah di sebutkan di atas.
b)
Hadis Hasan lighoirihi
yang di maksud
dengan Hadis Hasan lighoirihi adalah
هو الضعيف اذا
تعددت طرقة ولم يكن سبب ضعفه فسق الراوي اوكذبه
Artinya:” yaitu
hadist dhaif apabila jalan (datangnya) berbilang (lebih dari satu), dan seban
kedhaifannya bukan karena perawinya fasik atau pendusta. Hadist dhaif dapat di
angkat derajatnya ke tingkat hasan dengan dua ketentuan: [6]
1)
Hadist tersebut di riwayatkan oleh perawi yang lain melalui jalan
yang lain dengan syarat bahwa perawi (jalan) yang lain tersebut sama
kuaalitasnya atau lebih baik dari padanya.
2)
Bahwa sebab kedhaifannya bukan karena perawinya bersifat fasik atau
pendusta.
Tingkatan hadist hasan ligoirihi
adalah tingkatan yang paling rendah di antara hadist maqbul. Hadist ini hasan
bukan karena dirinya sendiri melainkan karena di bantu karena keterangan lain,
baik dari syahid atau mutabi’. Dengan demikian hadist hasan ligoirihi adalah
hadist yang kulitas hadisnya pada dasarnya berada di bawah derajad hadist
hasan. Ia berada pada derajat hadist dhaif. Adapun hadist dhaif yang bisa naik
kedudukannya menjadi hadist hasan, hadist-hadist yang tidak terlalu lemah,
sementara hadist-hadist yang sangat lemah, seperti hadist mudha’ hadist mungkar
dan hadist matruk, betapapun adanya yahid dan muttabi’ kedudukannya tetap
sebagi hadist dhaif, tidak bia berubah menjadi hadist hasan.[7]
Contoh hadist
hasan ligoirihi
Diriwayatkan
oleh At-Tirmidzi dari jalur syu’bah, dari ashim bin ubaidillah dari abdillah,
dari Abdillah bin Amr bin Robi’ah dari ayahnya seorang wanita dari bani fazarah
menikah dengan mahar sepasang sandal, lalu Rosulullah SAW bersabdah
ارضيت
من نفسك ولك بنعلين ؟ قالت نعم
Apakah kamu
rela dengan sepasang sandal?”dia menjawab “benar”
Apkah adis di atas terdapar perowi
yang bernama Ashim, sedangkan Ashim adalah Dho’if karena buruk hafalannya,
kemudian At-Tirmidzi menghasankan hadis ini karena
diriwayatkan
melalui jalur yang lain, dari Umar, Abu Huroiroh , Aisyah dan Abi Hadrad.
4.
Hukum dan status kehujja-han Hadis Hasan[8]
Sebagaimana
Hadis Shohih, menurut Ulama para ahli
hadis, ahli fikih dan ahli usul bahwa hadis hasan, baik hasan liddzati maupun
hadis hasan lighoirihi, juga dapat di jadikan hujjah untuk menetapkan suatu
hukum, yang harus di amalkan. Hanya saja terdapat perbedaan pandangan di antara
mereka dalm soal penetapan rutbah atau urutannya, yang di sebabkan
kualitasnya masing masing. Ada Ulam yang
tetap membedakan kualitas kehujjahan, baik antara shohih liddzati maupun shohih lighoirihi denganhadis hasan itu
sendiri . tetapi ada juga ulama yang memasukkan ke dalam satu kelompok, dengan tanpa membedakan antara
yang satu dengan lainnya, yakni Hadis Hadis tersebut di kelompokkan ke dalam
adsi shohih pendapat yang di sebut kedua ini di anut oleh Al-Hakim ibn bin ibn
Khuzainnah.
C.
Pengertian Hadis Dho’if
Hadis yang
kehilangan salh satu syaratnya sebagai hadis maqbul (yang dapat di
terima)syarat syarat hadis maqbul adalah enam yaitu :
·
Rawinya harus adil
·
Rawinya harus dhabit, meskipun tidak sempurna
·
Sanadnya harus bersambung
·
Padanya tidak terdapat suatu kerancuan
·
Padanya tidak terdapat ‘illat yang merusak
·
Pada saat di butuhkan, adis yang bersangkutan menguntungkan (tidak
mencelakan)
Dengan demikian, kehati hatian
Muhaddisin dalam penerima hadis sehingga mereka menjadikan tidak adanya petunjuk keaslian hadis itu
sebagai alasan yang cukup untuk menolak hadis dan menghukuminya sebagi hadis
dho’if. Hal ini tidak memastikan bahwa rowi itu salah pula. Dalam meriayatkan
hadis yang di maksud, bahkan mungkin sekali ia benar . akan tetapi ada
kehawatiran yang cukup kuat terhadap
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam periwayatan hadis yang di maksud, mereka
tetap untuk menolaknya. Oleh karena itu para muhaddisin menjadikan
kemungkinan yang timbul dari dari suatu
kemungkinan itu sebagai suatu pertimbangan dan menganggapnya sebagai pengahlang
dapat di terimanya suatu hadis. Hali ini merupakn puncak kehati hatian yang
sistematis, kritis, dan ilmiyah. Para ulama mehaddisin mengemukakan sebab sebab
tertolaknya hadis dari dua jurusan sanad dan jurusan matan .
Sebab sebab
tertolaknya adis dan jurusan sanas adaalah :[9]
·
Terwujudnya cacat cacat pada rowinya,baik tentang keadilan maupun
ke-dhabitanya.
·
Ketidak bersambung sanad, di karnakan adalah sesorang rowi atau
lebih, yang di gugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.
Macam macam
hadis dho’if berdasarkan cacat pada ke ahlian dan ke dhabitan rowi
1)
Hadis maudhu’
Hadis
maudhu’ adalah hadis yang di ciptakan serta di buat oleh seseorang (pendusta),
yang di ciptakan itu di nisbatkan kepada Rosulullah SAW. Secara palsu dan dusta, baik di sengaja
ataupun tidak.
Ciri ciri hadis
maudhu’
Para Ulama menentukan bahwa ciri
ciri ke maudhu-an hadis terdapat pada sanad dan hadis. Ciri ciri yang terdapat
pada sanad hadis, yaitu adanya pengakuan dari si pembuat sendiri, qorinah
qorinah yang memperkuat adanya pengakuan pembuat hadis maudhu’ dan qorinah
qorinah yang memperkuat dengan tingkah lakunya.
2)
Hadis Matuk
Hadis Matruk adalah yang pada
sanadnya ada seorang rowi yang di tuduh dusta. Rowi yang tertuduh adalah
seorang rowi yang terkenal dalam pembicaraanya sebagaai pendusta, tetapi belum dapat di buktikan
bahwa ia pernah berdusta dalam membuat Hadis. Sesungguhnya rowi yang tertuduh
dusta, bila ia bertobat dengan sungguh sungguh
dapat di terima periwayatan hadisnya
3)
Hadis munkar
Hadis munkar
adalah hadis yang pada sanadnya terdapat rowi yang jelek keselahannya banyak
kelengahan atau tampak kefasikannya. Lawannya di namakan ma’ruf
4)
Hadis syadz
Hadis syadz
adalah Hadis yang diriwayatkan oleh seorang rowi yang maqbul, yang menyalahi
riwayat orang yang lebih utama darinya baik karena jumlahnya lebih banyak
ataupun lebih tinggi daya hapalnya
Macam macamberdasarkan gugurnya rowi [10]
1.
Hadis mu’allaq
Mu’allaq menurut bahasa adalah isim
maf’ul yang berarti terikat dan tergantung
sanad seperni ini di sebut
mu’allaq karena hanya terikat dan tersambung pada bagian atas saja. Di antara
bentuknya adalah bila semua sanad di gugurkan
dan di hapus, kemudian di katakan,”Rosulullah bersabdah “atau dengan
menggugurkan semua sanad,kecuali seorang sahabat dan tabi’in,contohnya”bukhori
meriwayatkan dari Al-Majisyun dari Abdullah bin Fadhli dari Abu Salamah dari
Abu huroiroh r.a. dari nabi Muhammad SAW.
artinya : janganlah kalian melebih-lebihkan di
antara kalian para nabi.
2.
Hadis mu’addhal
Hadis mu’addhal menurut bahasa
adalah suatu yang di buat lemah dan lebih. Di sebur demikian, mungkin pra
ulama’ hadis di buat lelah dan letih untuk mengetauinya karena beratnya ketidak
jelasan dalam hadis itu. Adapu menurut
istlah muhaddisin, hadis mu’addhal adalah hadis yang putus sanadnya dua orang
atau lebih secara berurutan. Contohnya di riwayatkan oleh Al-Hakim dalam kitab ma’rifat
ulumul hadis dengan sanadnya kepada
Al-Qa’naby dari Malik bahwa dia menyampaikan, bahwa Abu Hurairoh berkata,
Rosulullah bersabdah
Artinya :seorang
hamba sahaya berhak mendapatkan makanan dan pakaian sesuai kadarnya denga baik
dan tidak di bebani pekerjaan, melainkan apa yang dia mampu engerjakannya
Al-Hakim
berkata hadis ini mu’addhal dari malik dalam kitab Al-Muwata
3.
Hadis Mursal [11]
Hadis Mursal
menurut bahasa adalah isim maf’ul yang berarti di lepaskan . adapun hadis
Mursal menurut istilah adalah Hadis yang gugur rowi dari sanadnya setelah
tabi’in besar atau tabi’in kecil. Oleh karena itu di tinjau dari segi siapa
yang menggurkan dan segi sifat pengguguran hadis, hadis mursal terbagi pada mursal jali mursal
shahabi dan mursal rhafi.
4.
Hadis munqoti’
Hadis munqoti’
adalah hadis yang gugur seorang rowinya sebelum sahabat di suatu tempat, atau
gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaaan tidak berturut turut.
5.
Hadis Mudallas
Hadis mudallas
adalah hadis yang di riwayatkan menurut cara yang di perkirakan bahwa hadis
tersebut tidak bernoda. Rowi yang berbuat demikian di sebut mudallis . hadis
yang di riwayatkan oleh mudallis di sebut hadis mudallas dan perbuatannya di
sebut dengan tadlis.
Macama macam
tadlis sebagai berikut
a.
Tadlis isnad
b.
Tadlis syuyuh
c.
Tadlis taswiyah
BAB III
PENUTUP
Hadis, secara bahasa berarti hadis yang baik,atau yang sesuai
dengan keinginan jiwa.persyaratan Hadis Hasan,yaitu:para perawinya
adil,ke-dhabith-an perawinya di bawah perawi hadis Sahih,Sanad-Sanadnya
bersambung.Tidak terdapat kejanggalan atau syadz,dan tidak mengandung
illat.Hadis Hasan terbagi menjadi dua yaitu:pertama Hasan li dzatihi yakni
Hadis yang Hasan dengan sendirinya karna syarat-syaratnya telah terpenuhi
.Kedua Hasan li ghairihi yakni Hadis yang pada dasarnya lemah,namun periwayatan
Hadis tersebut banyak riwayat,melalui redaksi yang sama maupun mirip.Dan kedua
Hadis tersebut (Hadis Shahih dan Hasan maupun Dhaif) baik yang li dzatihi dan
li ghairihi,menurut para Ulama dapat di jadikan sebagai hujjah atau dalil yang
kuat.Untuk di amalkan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Agus shalihuddin, ulumul hadits,bandung , pustaka
setia.2008,
Nawir Yuslem, Ulumul Hadits, Jakarta, pustaka ilmu,2002
Nuruddin, Ulumul Hadits, jilid II.Bandung , remaja rosdakarya,1994.
Suparta,Munzier,Ilmu Hadits, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada,2011)
Suparta, Munzier, Ilmu Hadits, ( Jakarta:PT RajaGrafindo
Persada,2011
Yuslem, Nawir, Ulumul Hadits, (Jakarta:PT Mutiara sumber Widya,
1998 ).
Yuslem, Nawir, Ulumul Hadits, (Jakarta: PT Mutiara sumber Widya,
1998 ).
[1]Nuruddin . Ulmul Hadis, jilid ll. Bandung remaja, Rosdakarya, 1994, hlm
3
[2] Ibid, hlm 133
[3] Ibid, hlm 137
[4] Agus Sholehuddin, Ulumul hadis , bandung pustaka setia. 2008, hlm
142-143
[5] Nawir yuslem , Ulumul Hadis, jakarta, pustaka ilmu, hlm , 231
[6] Ibid hlm, 241
[8] Suparta, Munzier, ilmu hadis, (jakarta:PTRajaGrafindo,2011), hlm 174
[9] Yusle, Nawir,Ulumul Hadis, (Jakarta:PT Mutiara sumber Widya,1998)hlm
146
[10] Nuruddin ,Ulumul qur’an (PT Remaja Rosadakarya2010), 346
[11] Ibid, hlm, 348
Komentar
Posting Komentar